Sabtu, 05 Maret 2011

Strategi Membantu Klien Dalam Pengambilan Keputusan

Kemampuan dan ketrampilan dalam membuat keputusan, terutama dalam masalah kedaruratan merupakan hal yang sangat penting. Dalam konseling, pengambilan keputusan mutlak ada di tangan klien, sedangkan bidan membantu klien supaya keputusan yang diambil merupakan suatu keputusan yang tepat.
4 strategi yang dapat membantu klien dalam pengambilan keputusan
 Membantu klien kemungkinan meninjau pilihannya.
Beri kesempatan klien untuk meninjau kembali beberapa alternatif pilihannya, agar tidak menyesal atau kecewa terhadap pilihannya.
 Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan.
Melihat kembali keuntungan atau konsekuensi positif dan kerugiannya atau konsekwensi negatif.
 Membantu klien mengevaluasi pilihan.
Setelah klien menetapkan pilihannya, bantu klien untuk mencermati pilihannya.
 Membantu klien menyusun rencana kerja untuk menyelesaikan masalahnya.

Pengambilan keputusan menggunakan 3 K yaitu mempertimbangkan kondisi, kehendak dan konsekuensinya.
 identifikasi kondisi yang dihadapi oleh klien
 susunlah daftar kehendak / pilihn keputusan
 untuk setiap pilihan, buatlah daftar konsekuensinya baik yang positif maupun yang negatif.

Hal - hal yang perlu ditekankan dalam pengambilan keputusan
 Hati - hati dan bersikap bijaksana dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan ini dibuat setelah klien diberi informasi secukupnya untuk menimbang klien sesuai dengan situasinya, diberi informed choise.
 Bantu klien dalam pengambilan keputusan dengan memberikan saran yang sesuai dengan riwayat kesehatan, keinginan dan situasi.
 Keputusan merupakan hak dan menjadi tanggungjawab klien.
 Konseling bukan proses informasi melainkan informasi setelah konselor memperoleh data atau informasi tentang keadaan dan kebutuhan klien, dan informasi yang diberikan sesuai dengan kondisi klien dan kebutuhannya.

Faktor - faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan.
 Fisik
Orang akan mengambil keputusan didasarkan pada pertimbangan fisik. Biasanya memilih hal – hal yang tidak berat dan memforsir tubuh serta tenaga. Ini tentunya didasarkan pada rasa yang dialami oleh tubuh seperti rasa sakit, tidak nyaman atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang sebaliknya memilih tingkah laku yang menimbulkan kesenangan.
 Emosional
Pengambilan keputusan hanya didasarkan pada pengambilan keputusan atau perasaan, biasanya hal ini terjadi pada kaum perempuan. Sikap subyektifitas akan mempengaruhi sikap yang diambil, sehingga orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subyektif
 Rasional
Pengambilan keputusan secara rasional biasanya didasarkan pada pengetahuan dan dilakukan oleh orang – orang terpelajar dan intelektual.
 Praktikal
Didasarkan pada ketrampilan individual dan kemampuan melaksanakannya. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan diri melalui kemampuannya dalam bertindak.
 Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang ke orang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
 Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberi hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.

Jenis - jenis pengambilan keputusan, saraswati, tarigan, 2002
 Pengambilan keputusan untuk tidak berbuat apa – apa
Membiarkan kejadian berlalu, tanpa berbuat apa – apa karena ketidaksanggupan atau merasa tidak sangup.
 Pengambilan keputusan intuitif, bersifat segera.
Terasa sebagai keputusan yang paling tepat dan langsung diputuskan.
 Pengambilan keputusan terpaksa, karena sudah krisis.
Sesuatu yang harus segera dilaksanakan.
 Pengambilan keputusan reaktif
Seringkali dilakukan dalam situasi marah atau tergesa – gesa.
 Pengambilan keputusan yang ditangguhkan
Dialihkan pada orang lain, membiarkan orang lain yang bertanggungjawab.
 Pengambilan keputusan secara hati - hati
Difikirkan secara baik – baik, mempertimbangkan berbagai pilihan.

Pemberian informasi dikatakan efektif apabila :
 Informasi yang diberikan spesifik, dapat membantu klien dalam membuat keputusan.
 Informasi disesuaikan dengan situasi klien dan mudah dimengerti.
 Memperhatikan hal - hal :
1. singkat dan tepat (pilih hal – hal penting yang perlu diingat klien)
2. menggunakan bahasa sederhana
3. gunakan alat bantu visual saat menjelaskan
4. beri kesempatan klien untuk bertanya dan minta klien untuk mengingat hal - hal penting.

Saat - saat sulit dalam KIP/K
 Diam
 Klien menangis
 Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah klien
 Konselor melakukan kesalahan
 Konselor tidak tahu jawaban dari pertanyaan klien
 Klien menolak bantuan konselor
 Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor
 Waktu yang diiliki konselor terbatas.
 Konselor tidak menciptakan hubungan yang baik
 Konselor dan klien sudah saling kenal
 Klien berbicara terus dan yang dibicarakan tidak sesuai dengan topik pembicaraan.
 Klien bertanya tentang hal - hal pribadi konselor
 Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan.
 Keadaan kritis.

Upaya mengatasi saat - saat sulit dalam KIP/K
 Diam
Klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu. Hal ini terjadi pada klien yang merasa cemas atau marah.
o Apabila terjadi pada awal pertemuan, setelah beberapa saat, sebaiknya konselor memperhatikan hal ini dengan mengatakan : misalnya “saya mengerti hal ini sulit untuk dibicarakan”, biasanya pada awal – awal pertemuan klien –klien saya juga merasa begitu. Apakah ibu merasa cemas?
o Apabila klien diam karena marah, sebagai konselor anda dapat berkata : bagaimana perasaan ibu setelah berada disini sekarang?. Pertanyaan – pertanyaan ini harus diikuti dengan suasana hening selama beberapa saat, pada saat ini konselor memandang klien dan memperlihatkan sikap tubuh yang menunjukkan perhatian.
o Apabila terjadi pada pertengahan pertemuan, konselor harus memperhatikan pada konteks pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi. Mungkin hal tersebut terjadi karena klien merasa berat menceriterakan hal – hal yang pribadi atau suatu rahasia tentang dirinya atau ia tidak senang dengan sikap konselor. Pada umumnya lebih baik menunggu beberapa saat, memberikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan atau pikirannya, meskipun konselor merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut.
o Apabila klien diam karena sedang berfikir. Konselor tidak perlu berusaha memecahkan kesunyian, juga tidak perlu menunjukkan sikap tidak menerima.
 Klien menangis
Klien yang menangis tersedu – sedu membuat konselor merasa tidak nyaman. Reaksi wajar yang dapat kita lakukan adalah berusaha menenangkan, tetapi hal ini tidak selalu menguntungkan dalam konseling. Menangis bisa disebabkan karena beberapa alasan. Ada kemungkinan untuk melepaskan emosi. Dalam hal ini yang dapat dilakukan konselor adalah menunggu beberapa saat dan apabila terus menangis katakan bahwa tidak apa – apa kalau masih ingin menangis. Biasanya tangisan mereda sendiri setelah beberapa lama. Kadang – kadang menangis dilakukan untuk menarik perhatian atau untuk menghentikan pertanyaan – pertanyaan yang menyelidik lebih lanjut. Tangisan juga merupakan cara klien untuk memanipulasi konselor. Perlu ditegaskan lagi bahwa cara terbaik adalah dengan memberi kesempatan klien untuk menangis.
 Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah klien
Kondisi ini biasanya mencemaskan, konselor merasa tidak tau harus berbuat apa. Perlu diingat bahwa fokus utama konseling adalah pada subyek atau orangnya, bukan pada masalahnya. Meskipun masalah yang dihadapi sangat sulit, seperti misalnya seorang remaja putri ingin melakukan aborsi, sementara konselor tidak mungkin memenuhi permintaan tersebut atau misalkan seorang ibu yang kehilangan bayi yang baru dilahirkannya. Dalam hal ini tidak berarti bahwa konselor tidak dapat menolong klien. Salah satu langkah yang dapat dilakukan terhadap klien yang mendesak ingin dibantu konselor dalam memecahkan masalahnya adalah dengan mengatakan pada klien bahwa meskipun konselor tidak dapat mengubah keadaaan tetapi konselor akan selalu menyediakan waktu untuk klien, membantu klien saat – saat sulit. Semakin mengenal klien secara baik maka akan sangat membantu, karena pada klien dapat timbul perubahan pandangan atau pemikiran baru sehingga klien lebih siap dalam menghadapi masalahnya. Semakin lama klien mengeksplorasi dan mengekspresikan dirinya maka semakin memungkinkan baginya untuk memehami mengapa keadaan itu terjadi pada dirinya dan semakin menguatkan dirinya dalam menghadapi kesulitan.
 Konselor melakukan kesalahan
Dalam banyak hal konselor dapat melakukan suatu kesalahan, konselor mungkin salah mengartikan maksud kata – kata klien, konselor mungkin tidak konsentrasi sehingga bertanya berkali – kali pada klien tentang suatu hal, konselor mungkin memberikan informasi yang salah, konselor mungkin merasa malu atau marah karena ucapan klien. Hal utama yang terpenting untuk menciptakan hubungan yang baik dengan klien adalah bersikap jujur. Menghargai klien adalah salah satu hal yang penting dalam konseling. Menghargai dan mempercayai klien dapat ditunjukkan dengan cara mengakui bahwa konselor telah melakukan kesalahan. Minta maaflah apabila salah atau keliru. Misalnya konselor dapat mengatakan : maaf saya lupa bahwa tadi ibu sudah mengatakan kalau ibu sudah memiliki tiga orang anak. Seandainya konselor tersinggung atau marah karena kata – kata klien, konselor perlu menyadari dan dapat mengatakan penyesalan. Perlu diketahui bahwa apapun reaksi emosi konselor, akan dirasakan klien. Semakin terbuka perasaan kita selama pertemuan dengan klien maka semakin terbuka pula perasaan klien.
 Konselor tidak tahu jawaban dari pertanyaan klien
Hal ini merupakan merupakan kecemasan yang biasa diutarakan oleh konselor. Seperti situasi sebelumnya, sudah sepantasnya mengatakan bahwa konselor tidak dapat menjawab pertanyaan klien, tetapi akan berusaha mencari informasi tersebut untuk klien. Konselor dapat menunjukkan sumber lain untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mengelak pertanyaan atau menjawab tanpa dasar pengetahuan akan lebih berpengaruh negatif dalam hubungan dengan klien yang sudah terbina dengan baik, lebih baik mengakui keterbatasan pengetahuan konselor.
 Klien menolak bantuan konselor
Pada pertemuan pertama penting sekali menjajagi mengapa dan apa yang mendasari atau mendorong klien untuk datang berkonsultasi, banyak klien yang merasa terpaksa datang, mungkin karena diperintah oleh mertua, mungkin karena takut mengetahui ada sesuatu dengan kondisi kesehatannya, dsb. Membuka pembicaraan dengan menanyakan mengapa mereka datang ke klinik akan sangat membantu . Selanjutnya, kita dapat mengatakan : ”Saya dapat mengerti perasaan ibu, saya senang ibu datang hari ini untuk mendiskusikan tentang kondisi kesehatan ibu, kita punya waktu untuk membicarakan tentang kebutuhan-kebutuhan ibu”. Kalau klien sama sekali tidak mau bicara, tekankan pada hal-hal yang positif, paling tidak ia sudah datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin ia mau mempertimbangkan kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan lanjutan.
 Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor
Kesulitan ini diucapkan klien dengan mengatakan :”Saya canggung membicarakan hal itu dengan wanita.” Saya berharap berhadapan dengan laki-laki.” Kemungkinan hal itu tidak disampaikan secara verbal, tetapi konselor dapat melihat dari sikap klien. Dalam situasi seperti ini, sebaiknya konselor mengemukakan hal ini dengan mengatakan : ”Barangkali Bapak mengharapkan akan berhadapan dengan konselor pria?”. Selanjutnya katakan :”Orang kadang-kadang awalnya merasa lebih nyaman berbicara dengan seseorang yang sama (atau berlawanan) jenis kelaminnya, menurut pengalaman saya semakin lama hal itu semakin tidak penting apabila kita sudah semakin mengenal teman bicara kita. Bagaimana kalau kita coba lanjutkan dan lihat bagaimana nantinya.!” Biasanya klien menerima, dan masalah ini hilang dengan sendirinya bila konselor bersikap penuh perhatian, menghargai klien dan tidak menilai terhadap klien. Pengunaan kata-kata menunjukkan perhatian positif dan refleksi akan sangat membantu karena klien merasa diterima apapun kata-kata yang diucapkannya. Apabila klien menyampaikan sebelumnya bahwa dirinya menghargai konselor yang sama (atau berbeda) jenis kelaminnya, hal itu bisa dipenuhi apabila memungkinkan. Tetapi pada kenyataannya berhadapan dengan seseorang dengan jenis kelamin berbeda dan menjadi masalah bagi klien, merupakan latihan yang baik bagi klien. Karena itu sebelumnya konselor harus dapat melihat apakah klien betul-betul mau mencoba.
 Waktu yang diiliki konselor terbatas.
Sebaiknya sejak awal pertemuan klien mengetahui berapa lama waktu konselor yang tersedia untuk dia. Ada saat di mana konselor tidak memiliki waktu sebanyak biasanya. Karena itu konselor sebaiknya memberikan informasi tersebut beberapa saat sebelum pertemuan, meminta maaf, menjelaskan sebab keterbatasan waktunya dan menunjukkan bahwa konselor mengharapkan bertemu klien pada pertemuan selanjutnya. Meskipun waktunya sebentar , dapat diperoleh suatu hasil pembicaraan seperti halnya demonstrasi bermain peran peserta. Lebih baik memanfaatkan sedikit waktu yang ada daripada meminta klien pergi.
 Konselor tidak menciptakan hubungan yang baik
Kadang-kadang ”rapport” yang baik dengan klien sulit terjadi. Hal ini bukan berarti konseling harus diakhiri atau mengirimkan klien kepada konselor lain. Akan lebih baik konselor minta pendapat kepada teman sesama petugas di kliniknya untuk mengamati pertemuan dan melihat dimana letak kesulitannya, apakah ada sikap klien yang membuat konselor merasa ditolak klien. Segala kemungkinannya perlu dijajagi. Salah satu aspek penting dari pelatihan adalah bahwa konselor belajar mengatasi situasi yang tidak nyaman bagi dirinya sebelum konseling yang sesungguhnya dilakukan. Mengirim atau meminta klien pergi tidak akan membantu, tetapi mungkin berpengaruh buruk pada klien. Lebih baik mencoba melanjutkan konseling, terutama dengan membuat klien merasa llebih nyaman tentang dirinya sendiri.
 Konselor dan klien sudah saling kenal
Pada kelompok masyarakat kecil biasanya antara konselor dan klien sudah saling kenal. Kalau hubungan ini biasa-biasa saja(tidak terlalu akrab), konselor dapat melayani seperti pada umumnya, tetapi perlu ditekankan bahwa kerahasiaan akan tetap terjaga, dan konselor akan bersikap sedikit berbeda dengan sikap di luar konseling terhadap klien sebagai temannya. Apabila hubungan konselor dan klien sudah sangat akrab, perlu disampaikan pada klien bahwa lebih baik pindah ke konselor lain yang melayani konseling berdasarkan pengalaman, hubungan akrab ini dapat sangat mempengaruhi jalannya konseling.
 Klien berbicara terus dan yang dibicarakan tidak sesuai dengan topik pembicaraan.
Situasi ini kebalikan dari situasi dimana klien tidak mau berbicara, tetapi sama-sama menimbulkan kecemasan dan kesulitan bicara bagi konselor. Apabila klien terus-menerus mengulang pembicaraan , setelah beberapa saat perlu dipotong pembicaraannya dengan mengatakan seperti : “Maafkan saya, bu, apakah ibu tegang atau cemas tentang sesuatu, saya perhatikan ibu menyatakan sesuatu hal yang sama berulang-ulang, apakah ada kesulitan yang disampaikan ?” Pertanyaan seperti ini membantu klien memfokuskan kembali percakapan.
 Klien bertanya tentang hal - hal pribadi konselor
Hubungan konselor-klien adalah hubungan profesional, bukan hubungan sosial. Hal ini penting karena dengan demikian konselor bersikap berbeda dengan sikap orang lain dalam kehidupan klien. Hal ini mungkin sulit dimengerti klien pada awalnya, terutama kalau konselor bersikap akrab dan hangat. Resiko dari hubungan seperti ini adalah konselor mendapat pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi dari klien yang harus dijawab. Hal ini sebaiknya tidak dilakukan karena beberapa alasan. Hal ini akan mengalihkan perhatian konselor dari klien. Hal ini akan mengarah pada serangkaian pertanyaan yang pada awalnya bersifat ringan saja, lama kelamaan pertanyaan akan menjurus kepada masalah-masalah pribadi yang tidak ingin dijawab konselor. Hal ini akan menimbulkan salah pengertian pada klien, seakan ada hal yang salah pada konselor atau pada klien karena perhatian pada masalah tersebut. Kadang-kadang klien ingin tahu apakah konselor pernah mengalami hal yang sama. Jawaban ”YA” akan membuat klien tidak yakin konselor dapat menolong. Sementara kalau dijawab ”TIDAK” klien akan merasa konselor tidak tahu masalahnya. Akan lebih baik apabila ada pertanyaan-pertanyaan pribadi konselor yang menyatakan bahwa kalau konselor bercerita tentang dirinya tidak akan membantu klien , oleh karena itu lebih baik tidak bercerita. Klien akan menerima aturan ini. Hal ini akan lebih baik daripada menjawab sebagian saja dari pertanyaan klien, bukan semuanya, atau lebih-lebih mengelak karena akan merusak kepercayaannya/keterbukaan klien terhadap konselor.
 Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan.
 Keadaan kritis.

Jumat, 25 Februari 2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3. Surat Izin Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi dan standar operasional prosedur.
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
7. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
8. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia

BAB II PERIZINAN
Pasal 2
1. Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan
2. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri.
3. Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan.

Pasal 3
1. Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB
2. Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa.

Pasal 4
1. SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
2. SIPB berlaku selama STR masih berlaku.

Pasal 5
1. Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir
b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik
d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan
e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi
2. Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir)
3. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik.
4. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir

Pasal 6
1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan
2. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran peraturan ini.
3. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan

Pasal 7
SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB
2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
3. Dicabut atas perintanh pengadilan
4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi
5. Yang bersangkutan meninggal dunia

BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK

Pasal 8

Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pasal 9
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.
3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.

Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi:

a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal

2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
f. Pemberian penyuluhan

Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan

Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.

Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

Pasal 14
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
2. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.

Pasal 15
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat.

Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.

Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.

2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.

Bab IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 20

1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

Pasal 21
1. Dalam rangka melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pencabutan SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d. Pencabutan SIPB selamanya.

BAB V KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22

1. SIPB yang dimiliki Bidan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan masih tetap berlaku sampai masa SIPB berakhir.
2. Pada saat peraturan ini mulai berlaku, SIPB yang sedang dalam proses perizinan, dilaksanakan sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia

langkah-langkah manajemen kebidanan

Proses Manajemen Kebidanan

Penatalaksanaan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metoda untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dan rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 1997).

Penatalaksanaan kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.

Jadi manajemen kebidanan ini suatu pendekatan pemecahan masalah yang digunakan oleh setiap bidan dalam pengambilan keputusan klinik pada saat mengelola klien; ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir dan balita dimanapun tempatnya.

Proses ini akan membantu para Bidan dalam berpraktek memberikan asuhan yang aman dan bermutu.

Langkah I : Pengkajian

Pada langkah pertama ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, baik dari hasil anamnesa dengan klien, suami/keluarga, hasil pemeriksaan, dan dari dokumentasi pasien/catatan tenaga kesehatan yang lain.

Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara :
1. Menanyakan riwayat kesehatan, haid, kehamilan, persalinan, nifas dan sosial
2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
3. Pemeriksaan khusus
4. Pemeriksaan penunjang
5. Melihat catatan rekam medik pasien

Langkah ini merupakan langkah yang akan menentukan langkah pengambilan keputusan yang akan diambil pada langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, oleh sebab itu dalam pendekatan ini harus yang komperehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi/menilai kondisi klien yang sebenarnya dan pasti.

Setelah mengumpulkan data, kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat. Sebagai contoh informasi yang perlu digali ada pada Formulir pengkajian (Formulir ini merupakan bagian yang tidak terpisah dari catatan rekam medik yang ada pada rumah sakit, Puskesmas klinik bersalin ataupun tempat pelayanan kebidanan yang lain)

Langkah II : Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan

Pada langkah ini bidan menganalisa data dasar yang didapat pada langkah pertama, menginterpretasikannya secara akurat dan logis, sehingga dapat merumuskan diagnosa atau masalah kebidanan.

Rumusan diagnosa merupakan kesimpulan dari kondisi klien, apakah klien dalam kondisi hamil, inpartu, nifas, bayi baru lahir? Apakah kondisinya dalam keadaan normal? Diagnosa ini dirumuskan menggunakan nomenklatur kebidanan. Sedangkan masalah dirumuskan apabila bidan menemukan kesenjangan yang terjadi pada respon ibu terhadap kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Masalah ini terjadi pada ibu tetapi belum termasuk dalam rumusan diagnosa yang ada, karena masalah tersebut membutuhkan penanganan/intervensi bidan, maka dirumuskan setelah diagnosa. (Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah tersebut juga sering menyertai diagnosa).

Contoh I :
Data : Ibu tidak haid selama 3 bulan, mual dan muntah, Plano Test +, anak ke II , anak pertama berumur 1 tahun, ibu belum menginginkan kehamilan ke dua ini, ibu sering merasa pusing, susah tidur dan malas makan.

Diagnosa : - Ibu kemungkinan hamil G II, P I AO, 12 mg
- Kehamilan tidak diinginkan

Contoh II :
Data : Ibu merasa hamil 8 bulan , anak pertama, hasil pemeriksaan , tinggi fundus uteri, 31 cm, DJJ +, Puki, presentasi kepala , penurunan kepala 5/5 , nafsu makan baik, penambahan berat badan ibu selama hamil 8 kg , ibu sering buang air kecil pada malam hari.

Diagnosa : - GI P0 A0, hamil 32 mg, presentasi kepala janin tunggal , hidup
dalam rahim
- Ibu mengalami gangguan yang lazim / fisiologis pada kehamilan tua

Dari contoh rumusan diagnosa diatas menunjukan, bahwa ketidak siapan ibu untuk menerima kehamilan, kecemasan ibu terhadap sering kencing dimalam hari tidak termasuk dalam kategori “nomenklatur standar diagnosa” sehingga tidak terkafer dalam diagnosa kebidanan yang dibuat. Tetapi kondisi ini apabila dibiarkan, dapat menciptakan suatu masalah pada kehamilannya, terutama masalah psikologi klien.

Oleh karena itu kesenjangan tersebut dirumuskan sebagai masalah kebidanan, yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk diberikan intervensi khusus, baik berupa dukungan/penjelasan/tindakan /follow up/rujukan.
Jadi Diagnosa yang dibuat oleh bidan adalah meliputi diagnosa kebidanan yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan, dan masalah kebidanan.

Contoh III :
Setelah plasenta lahir ibu mengalami perdarahan pervaginaam, banyaknya kurang lebih 300 cc, kontraksi uterus lembek, k/u kompos mentis, TD 100/70, N 100/mnt, pernafasan 16/mnt. Ibu cemas melihat darah keluar dari vagina.
Dari data diatas diagnosa yang dapat dirumuskan adalah :
- Perdarahan post partum dengan atomia uteri, keadaan ibu baik
- Cemas

Contoh IV :
Ibu merasa hamil 7 bulan anak pertama, tinggi fundus uteri 28 cm, DJJ + presentasi kepala, V, penambahan berat badan 15 kilo selama hamil, mengeluh pusing, TD 180/100, proteinuri ++, oedem ++

Diagnosa : G1 PoAo, 28 mg pre eklampsia berat, janin tunggal hidup pres kep, intra uterin.

Diagnosa diatas menyajikan kesimpulan kehamilan dengan pre eklampis berat, tetapi masalah kebidanan diluar diagnosa tidak ada. Sehingga dalam diagnosa kebidanan bisa muncul diagnosa dan masalah, atau tanpa masalah tergantung kondisi klien.


Langkah III; Mengantisipasi Diagnosa/masalah potensial

Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga dalam melakukan asuhan kebidanan bidan dituntut untuk mengantisipasi permasalahan yang akan timbul dari kondisi yang ada/sudah terjadi. Dengan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial yang akan terjadi berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah ada, dan merumuskan tindakan apa yang perlu diberikan untuk mencegah atau menghindari masalah /diagnosa potensial yang akan terjadi.

Pada langkah antisipasif ini diharapkan Bidan selalu waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa/masalah potensial ini menjadi benar-benar tidak terjadi. Langkah ini, penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Dan langkah ini perlu dilakukan secara cepat, karena sering terjadi dalam kondisi emergensi

Contoh I :
seorang wanita inpartu dengan pembesaran uterus yang berlebihan (bisa karena polyhidramnion, besar dari masa kehamilan, ibu dengan diabetes kehamilan, atau kehamilan kembar).

Tindakan antisipasi yang harus dilakukan:
- Menyiapkan cairan infus, obat uterotonika untuk menghindari syok hypovolemik karena perdarahan kala IV
- Menyiapkan alat resusitasi bayi untuk antisipasi aspixia pada bayi baru lahir
- Memberikan posisi Mc robert untuk antisipasi kesulitan melahirkan bahu

Pada langkah ke 3 ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar, merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional/logis.

Contoh II :
Data : Ibu anak pertama, hamil 36 minggu, perdarahan berulang dan
banyak, tidak ada mules, DJJ + , tinggi fundus uteri 31 cm ,
presentasi kepala, TD 110/ 70 .

Diagnosa : GI P 0 A 0 hamil 36 minggu, perdarahan antepartum, kondisi janin
dan ibu baik.

Tindakan antisipasi :
• Pasang infus , untuk mengantisipasi syok hypovolemik
• Menyiapkan darah untuk antisipasi syok hypovolumik
• Tidak melakukan periksa dalam untuk menghindari perdarahan hebat.
Kaji ulang apakah tindakan antisipasi untuk mengatasi masalah /diagnosa potensial yang diidentifikasi sudah tepat.

Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera.

Pada saat ini bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera, baik tindakan intervensi , tindakan konsultasi, kolaborasi dengan dokter lain, atau rujukan berdasarkan Kondisi Klien.

Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan yang terjadi dalam kondisi emergensi. Dapat terjadi pada saat mengelola ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil analisa data, ternyata kondisi klien membutuhkan tindakan segera untuk menangani/mengatasi diagnosa/masalah yang terjadi.

Pada langkah ini mungkin saja diperlukan data baru yang lebih spesifik sehingga mengetahui penyebab langsung masalah yang ada, sehingga diperlukan tindakan segera untuk mengetahui penyebab masalah. Jadi tindakan segera bisa juga berupa observasi/pemeriksaan.

Beberapa data mungkin mengidentifikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya menghentikan perdarahan kala III, atau mengatasi distosia bahu pada kala II).

Pada tahap ini mungkin juga klien memerlukan tindakan dari seorang dokter, misalnya terjadi prolaps tali pusat, sehingga perlu tindakan rujukan dengan segera.

Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklamsi, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.

Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang tepat dalam penatalaksanaan asuhan klien.

Pada penjelasan diatas menunjukan bahwa dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah / kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency / segera yang harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini tindakan segera meliputi tindakan yang dilakukan secara mandiri , kolaborasi atau rujukan.

Contoh I : Tindakan segera
Dari kasus perdarahan antepartum tindakan segera yang harus dilakukan adalah :
• Observasi perdarahan, tanda-tanda vital
• Periksa / chek kadar hb
• Observasi DJA
• Rujuk ke RS ( bila di masyarakat ) atau kolaborasi dengan dokter ( bila di Rumah Sakit )

Contoh II
Tindakan segera yang dilakukan pada kasus perdarahan karena atonia uteri:
- Cari penyebab perdarahan
- Masase uterus untuk merangsang kontraksi
- Berikan uterotonika
- Lakukan kompresi bimanual interna (KBI)
Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.

Langkah V :
Menyusun Rencana Asuhan Secara Menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, baik yang sifatnya segera ataupun rutin.
Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi dengan merumuskan tindakan yang sifatnya mengevaluasi/memeriksa kembali. Atau perlu tindakan yang sifatnya follow up.

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi penanganan masalah yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga tindakan yang bentuknya antisipasi (dibutuhkan penyuluhan, konseling).

Begitu pula tindakan rujukan yang dibutuhkan klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan social ekonomi-kultural atau masalah psikologis. Dengan perkataan lain asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan.

Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut (Informed Consent). Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya, baik lisan ataupun tertulis contoh format inform conversal tertulis .

Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar nyata berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta telah dibuktikan bahwa tindakan tersebut bermanfaat/efektif berdasarkan penelitian (Evidence Based).

Contoh : Rencana komprehensif pada kasus dengan peradarahan ante partum diatas :
• Beri tahu kondisi klien dan hasil pemeriksaan
• Berikan dukungan bagi ibu dan keluarga
• Berikan infus RL
• Observasi tanda-tanda vital , perdarahan, DJA dan tanda-tanda syok
• Chek kadar HB
• Siapkan darah
• Rujuk klien ke RS / kolaborasi dengan dokter
• Follow up ke rumah ( kunjungan rumah )
Kaji ulang apakah rencana asuhan sudah meliputi semua aspek asuhan kesehatan terhadap klien.

Langkah VI : IMPLEMENTASI

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien,efektif dan aman. Pelaksanaan dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bersama-sama dengan klien, atau anggota tim kesehatan lainnya kalau diperlukan.

Apabila ada tindakan yang tidak dilakukan oleh bidan tetapi dilakukan oleh dokter atau tim kesehatan yang lain, bidan tetap memegang tanggung jawab untuk mengarahkan kesinambungan asuhan berikutnya.(misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana, dan sesuai dengan kebutuhan klien).

Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.

Langkah VII : Mengevaluasi

Pada langkah terakhir ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.

Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses penatalaksanaan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui pengkajian ulang (memeriksa kondisi klien). Proses avaluasi ini dilaksanakan untuk menilai mengapa proses penatalaksanaan efektif/tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.

Contoh : Evaluasi
• Evaluasi perdarahan ; berhenti atau tidak, jika belum berhenti jumlahnya berapa banyak ?
• Kondisi janin dan ibu ?
• Kadar Hb ?

Sumber
1. Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.
2. Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III Jakarta: PP IBI.2004
3. Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995

manajemen kebidanan

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan –penemuan, ketrampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang terfokus pada klien. (Varney, 1997)

Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan, yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bias diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bias dipecah-pecah kedalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.

Prisip Proses Manajemen Kebidanan Menurut American College of Nurse Midwife (ANCM) tahun 1999

1.Secara sistematis mengumpulkan dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan dengan melakukan pengkajian yang komprehensif terhadap kesehatan setiap klien, termasuk mengumpulkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
2.Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan interpretasi data dasar
3.Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan bersama klien
4.Memberikan informasi dan support sehingga klien dapat membuat keputusan dan tanggung jawab terhadap kesehatannya
5.membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien
6.Secara pribadi bertanggungjawab terhadap implementasi rencana individual
7.Melakukan konsultasi, perencanaan dan melaksanankan manajemen dengan berkolaborasi dan merujuk klien untuk mendapatkan asuhan selanjutnya
8.Merencanakan manajemen terhadap komplikasi tertentu, dalam situasi darurat dan bila ada penyimpangan dari keadaan normal
9.Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan kesehatan dan merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan

SASARAN MANAJEMEN KEBIDANAN
Bidan sesuai dengan perannya sebagai tenaga kesehatan memiliki kewajibsan memberikan asuhan untuk menyelamatkan ibu dan anak dari gangguan kesehatan. Untuk melaksanakan asuhan tersebut digunakan metode pendekatan yang disebut manajemen kebidanan. Metode dan pendekatan digunakan untuk mendalami permasalahan yang dialami oleh pasien atau klien dan kemudian merumuskan permasalahan tersebut, serta akhirnya mengambil langkah pemecahannya. Manajemen kebidanan membantu proses berfikir bidan didalam melaksanakn asuhan dan pelayanan kebidanan.
Manajemen kebidanan tidak hanya diimplementasikan pada asuhan kebidanan pada individu, akan tetapi dapat juga diterapkan didalam pelaksanakan pelayanan kebidanan yang ditujukan kepada keluarga dan masyarakat.
Manajemen kebidanan mendorong bidan menggunakan cara yang teratur dan rasional, sehingga mempermudah pelaksanaan yang tepat dalam memecahkan masalah pasien dan kliennya. Dan kemudian akhirnya tujuan mewujudkan kondisi ibu atau anak yang sehat, dapat dicapai.
Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa permasalahan kesehatan ibu dan anak yang ditangani oleh bidan mutlak menggunakan metode dan pendekatan manajemen kebidanan. Sesuai dengan lingkup dan tanggung jawab bidan, maka sasaran manajemen kebidanan ditujukan baik kepada individu ibu dan anak, keluarga maupun kelompok masyarakat.
Manajemen kebidanan dapat digunakan oleh bidan didalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan kesehatan ibu dan anak dalam lingkup dan tanggung jawabnya.

Langkah-langkah

I.Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan, menilai keadaan klien secara keseluruhan
II.Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa/masalah
III.Mengidentifikasi diagnosa/masalah potensial dan mengantisipasi penangannya
IV.Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta berdasarkan kondisi klien
V.Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah yang selanjutnya
VI.Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman
VII.Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dengan mengulang kembali manajemen proses untuk aspek-aspek asuhan yang tidak efektif

Melihat penjelasan diatas, maka proses manajemen kebidanan merupakan langkah sistematis yang merupakn pola piker bidan dalam melaksanakan asuhan kepada klien. Diharapkan dengan pendekatan pemecahan masalah yang bsistematis dan rasional, maka seluruh aktifitas/tindakan yang diberikan oleh bidan kepada klien akan efektif. Terhindar dari tindakan yang bersifat coba-coba yang akan merugikan klien.
Untuk kejelasan langkah-langkah diatas maka dalam pembahasan ini akan dijelaskan dari setiap langkah :

Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pegumpulan informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1.Anamnesa
Biodata
Riwayat Menstruasi
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kehamilan, Persalinan & Nifas
Biopsikospiritual
Pengetahuan Klien
2.Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
3.Pemeriksaan Khusus
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Perkusi
4.Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Catatan terbaru dan sebelumnya

Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap.. Pada keadaan tertentu dapat terjadi langkah pertama akan overlap dengan langkah 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari langkah-langkah tersebut) karena data yang diperlukan diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang lain. Kadang-kadang bidan perlu memulai manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu disampaikan kepada dokter.

Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.

Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnopsa kebidanan.
Standar Nomenklatur Diagnosa Kebidanan :
1.Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
2.Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan
3.Memiliki cirri khs kebidanan
4.Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan
5.Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan

Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penenganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami oleh wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa.
Sebagai contoh :
Diperoleh diagnosa “kemungkinan wanita hamil”
Masalah : wanita tsb tidak menginginkan kehamilannya

Contoh lain :
Wanita hamil Trimester III
Merasa takut terhadap persalinan dan melahirkan yang sudah tidak dapat ditunda lagi

Perasaan takut tidak termasuk dalam kategori standart nomenklatur diagnosa kebidanan tetapi tentu akan menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk mengurangi rasa takut.

Masalah

Adalah hal-hal berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai

Contoh perumusan masalah :
Masalah Dasar
Wanita tidak menginginkan kehamilan Wanita mengatakan belum ingin hamil
Ibu hamil trimester III merasa takut Ibu mengatakan takut menghadapi persalinan

Kebutuhan

Adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data

Contoh kebutuhan :

Kebutuhan Dasar
Ibu menyenangi Binatang

Kebutuhan :
Penyuluhan bahaya binatang terhadap kehamilan
Pemeriksaan TORCH Ibu mengatakan sekeluarga menyayangi binatang

Langkah III : Mengidentifkasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.

Contoh : Seorang wanita dengan pembesaran uterus yang berlebihan. Bidan harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab pemuaian uterus yang berlebihan tersebut, misalnya:
oBesar dari masa kehamilan
oIbu dengan diabetes kehamilan, atau
oKehamilan kembar

Kemudian dia harus mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri karena pembesaran uterus yang berlebihan.
Pada persalinan dengan bayi besar, bidan sebaiknya mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu dan juga kebutuhan untuk resusitasi. Bidan juga sebaiknya waspada terhadap kemungkinan wanita menderita infeksi saluran kencing yang menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya peningkatan partus premature atau bayi kecil.
Persiapan yang sederhana adalah dengan bertanya dan mengkaji riwayat kehamilan pada setiap kunjungan ulang, pemeriksaan laboratorium terhadap simptomatik terhadap bakteri dan segera memberi pengobatan jika infeksi saluran kencing terjadi.


Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera.

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan, terus-menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.
Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya perdarahan kala III atau perdarahan segera setelah lahir, distosia bahu, atau nilai APGAR yang rendah).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter, misalnya prolaps tali pusat. Situasi lainnya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan klien.

Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah dididentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, kultural atau masalah psikologis.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan yang menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengethuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien.
Rasional berarti tidak berdasarkan asumsi, tetapi sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori yang benar dan memadai atau berdasarkan suatu data dasar yang lengkap, dan bisa dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap dan tidak berbahaya.


Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bias dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. (misalnya: memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.

Langkah VII : Evaluasi

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaiman atelah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif.
Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah yang terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja

Langkah ini sebagai pengecekan apakah rencana asuhan tersebut efektif. Dalam pendokumentasian/catatan asuhan kebidanan diterapkan dalam bentuk SOAP.


S: Data Subyektif
Data dari pasien yang didapat dari anamnesa

O: Obyektif
Hasil Pemeriksaan Fisik serta diaagnostik dan pendukung lain, juga catatan medis lain

A: Assasment (Analisa dan Interpretasi berdasarkan data yang terkumpul dibuat kesimpulan)
1. Diagnosa
2. Antisipasi Diagnosa / masalah potensial
3. Perlunya tindakan segera

P: Planning / Perencanaan
Merupakan gambaran pendokumentasian dari tindakan.
Evaluasi didalamnya ternasuk :
1.Asuhan Mandiri
2.Kolaborasi
3.Tes Diagnostik / Lab
4.Konseling
5.Follow up

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007

TENTANG

STANDAR PROFESI BIDAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, dipandang perlu menetapkan Standar Profesi bagi Bidan dengan Keputusan Menteri Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktik Bidan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN.
Kedua : Standar Profesi Bidan dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Standar Profesi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya.
Keempat : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 2007

MENTERI KESEHATAN,

Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)

LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR : 369/MENKES/SK/III/2007
TANGGAL : 27 Maret 2007

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah dan berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik. Kedua ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker.
Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output.

2. Tujuan
a. Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
b. Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.

3. Pengertian
a. Definisi bidan
Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota ICM sejak tahun 1956, dengan demikian seluruh kebijakan dan pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan mempertimbangkan kebijakan ICM.
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional / Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.

b. Pengertian Bidan Indonesia
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.

c. Kebidanan/Midwifery
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya

d. Pelayanan Kebidanan (Midwifery Service)
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

e. Praktik Kebidanan
Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan.

f. Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

g. Asuhan Kebidanan (PR lihat buku)
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan
Adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.

4. Paradigma Kebidanan
Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma, berupa pandangan terhadap manusia / perempuan, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan / kebidanan dan keturunan.

a. Perempuan
Perempuan sebagimana halnya manusia adalah mahluk bio-psiko-sosio-kultural yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang unik, dan bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangan. Perempuan sebagai penerus generasi, sehingga keberadaan perempuan yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sangat diperlukan.
Perempuan sebagai sumber daya insani merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi perempuan/Ibu dalam keluarga. Para perempuan di masyarakat adalah penggerak dan pelopor peningkatan kesejahteraan keluarga.

b. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya, baik lingkungan fisik, psikososial, biologis maupun budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Ibu selalu terlibat dalam interaksi keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat.
Masyarakat merupakan kelompok paling penting dan kompleks yang telah dibentuk oleh manusia sebagai lingkungan sosial yang terdiri dari individu, keluarga dan komunitas yang mempunyai tujuan dan sistem nilai.
Perempuan merupakan bagian dari anggota keluarga dari unit komunitas. Keluarga yang dalam fungsinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia berada. Keluarga dapat menunjang kebutuhan sehari-hari dan memberikan dukungan emosional kepada ibu sepanjang siklus kehidupannya. Keadaan sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan lokasi tempat tinggal keluarga sangat menentukan derajat kesehatan reproduksi perempuan.

c. Perilaku
Perilaku merupakan hasil seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.

d. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

Pelayanan Kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
1) Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi anggung jawab bidan.
2) Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota timyang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3) Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke system layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertical atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.

e. Keturunan
Keturunan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas manusia. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat.

5. Falsafah Kebidanan
Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam memberikan asuhan. Keyakinan tersebut meliputi :
a. Keyakinan tentang kehamilan dan persalinan. Hamil dan bersalin merupakan suatu proses alamiah dan bukan penyakit.
b. Keyakinan tentang Perempuan. Setiap perempuan adalah pribadi yang unik mempunyai hak, kebutuhan, keinginan masing-masing. Oleh sebab itu perempuan harus berpartisipasi aktif dalam stiap asuhan yang diterimanya.
c. Keyakinan fungsi Profesi dan manfaatnya. Fungsi utama profesi bidan adalah mengupayakan kesejahteraan ibu & bayinya, proses fisiologis harus dihargai, didukung dan dipertahankan. Bila timbul penyulit, dapat menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan yang efektif, untuk memastikan kesejahteraan perempuan & janin/bayinya.
d. Keyakinan tentang pemberdayaan perempuan dan membuat keputusan. Perempuan harus diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan konseling. Pengambila keputusan merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga & pemberi asuhan.
e. Keyakinan tentang tujuan Asuhan. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada: pencegahan, promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dg cara yang kreatif & fleksibel, suportif, peduli; bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan; asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan & tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan
f. Keyakinan ttg Kolaborasi dan Kemitraan. Praktik kebidanan dilakukan dengan menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap perempuan, sebagai satu kesatuan fisik, psikis, emosional, social, budaya, spiritual serta pengalaman reproduksinya. Bidan memiliki otonomi penuh dalam praktiknya yang berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
g. Sebagai Profesi bidan mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
h. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap individu berhak menentukan nasib sendiri dan mendapatkan informasi yang cukup dan untuk berperan disegala aspek pemeliharaan kesehatannya.
i. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat pelayanan yang berkualitas.
j. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang membutuhkan persiapan sampai anak menginjak masa masa remaja.
k. Keluarga-keluarga yang berada di suatu wilayah/daerah membentuk masyarakat kumpulan dan masyarakat Indonesia terhimpun didalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Manusia terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan budaya dalam lingkungan yang bersifat dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisir.

6. Ruang Lingkup Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.

7. Kualifikasi Pendidikan
a. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
c. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun system/ketata-laksanaan pelayanan kesehatan secara universal.

B. STANDAR KOMPETENSI BIDAN
Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.

Pengetahuan dan Keterampilan Dasar
1. Kebudayaan dasar masyarakat di Indonesia.
2. Keuntungan dan kerugian praktik kesehatan tradisional dan modern.
3. Sarana tanda bahaya serta transportasi kegawat-daruratan bagi anggota masyarakat yang sakit yang membutuhkan asuhan tambahan.
4. Penyebab langsung maupun tidak langsung kematian dan kesakitan ibu dan bayi di masyarakat.
5. Advokasi dan strategi pemberdayaan wanita dalam mempromosikan hak-haknya yang diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal (kesehatan dalam memperoleh pelayanan kebidanan).
6. Keuntungan dan resiko dari tatanan tempat bersalin yang tersedia.
7. Advokasi bagi wanita agar bersalin dengan aman.
8. Masyarakat keadaan kesehatan lingkungan, termasuk penyediaan air, perumahan, resiko lingkungan, makanan, dan ancaman umum bagi kesehatan.
9. Standar profesi dan praktik kebidanan.

Pengetahuan dan Keterampilan Tambahan
1. Epidemiologi, sanitasi, diagnosa masyarakat dan vital statistik.
2. Infrastruktur kesehatan setempat dan nasional, serta bagaimana mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk asuhan kebidanan.
3. Primary Health Care (PHC) berbasis di masyarakat dengan menggunakan promosi kesehatan serta strategi penvegahan penyakit.
4. Program imunisasi nasional dan akses untuk pelayanan imunisasi.

Perilaku Profesional Bidan
1. Berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal.
2. Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan keputusan klinis yang dibuatnya.
3. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir.
4. Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit, penularan dan strategis dan pengendalian infeksi.
5. Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan.
6. Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak.
7. Menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan kaum wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri.
8. Menggunakan keterampilan mendengar dan memfasilitasi.
9. Bekerjasama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada ibu dan keluarga.
10. Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.

PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI
Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.

Pengetahuan Dasar
1. Pertumbuhan dan perkembangan seksualitas dan aktivitas seksual.
2. Anatomi dan fisiologi pria dan wanita yang berhubungan dengan konsepsi dan reproduksi.
3. Norma dan praktik budaya dalam kehidupan seksualitas dan kemampuan bereproduksi.
4. Komponen riwayat kesehatan, riwayat keluarga, dan riwayat genetik yang relevan.
5. Pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengevaluasi potensi kehamilan yang sehat.
6. Berbagai metode alamiah untuk menjarangkan kehamilan dan metode lain yang bersifat tradisional yang lazim digunakan.
7. Jenis, indikasi, cara pemberian, cara pencabutan dan efek samping berbagai kontrasepsi yang digunakan antara lain pil, suntik, AKDR, alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), kondom, tablet vagina dan tisu vagina.
8. Metode konseling bagi wanita dalam memilih suatu metode kontrasepsi.
9. Penyuluhan kesehatan mengenai IMS, HIV/AIDS dan kelangsungan hidup anak.
10. Tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual yang lazim terjadi.

Pengetahuan Tambahan
1. Faktor-faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan.
2. Indikator penyakit akut dan kronis yang dipengaruhi oleh kondisi geografis, dan proses rujukan pemeriksaan/pengobatan lebih lanjut.
3. Indikator dan metode konseling/rujukan terhadap gangguan hubungan interpersonal, termasuk kekerasan dan pelecehan dalam keluarga (seks, fisik dan emosi).

Keterampilan Dasar
1. Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang lengkap.
2. Melakukan pemeriksaan fisik yang berfokus sesuai dengan kondisi wanita.
3. Menetapkan dan atau melaksanakan dan menyimpulkan hasil pemeriksaan laboratorium seperti hematokrit dan analisa urine.
4. Melaksanakan pendidikan kesehatan dan keterampilan konseling dasar dengan tepat.
5. Memberikan pelayanan KB yang tersedia sesuai kewenangan dan budaya masyarakat.
6. Melakukan pemeriksaan berkala akseptor KB dan melakukan intervensi sesuai kebutuhan.
7. Mendokumentasikan temuan-temuan dari intervensi yang ditemukan.
8. Melakukan pemasangan AKDR.
9. Melakukan pencabutan AKDR dengan letak normal.

Keterampilan Tambahan
1. Melakukan pemasangan AKBK.
2. Melakukan pencabutan AKBK dengan letak normal.

ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN
Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.

Pengetahuan Dasar
1. Anatomi dan fisiologi tubuh manusia.
2. Siklus menstruasi dan proses konsepsi.
3. Tumbuh kembang janin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4. Tanda-tanda dan gejala kehamilan.
5. Mendiagnosa kehamilan.
6. Perkembangan normal kehamilan.
7. Komponen riwayat kesehatan.
8. Komponen pemeriksaan fisik yang terfokus selama antenatal.
9. Menentukan umur kehamilan dari riwayat menstruasi, pembesaran dan/atau tinggi fundus uteri.
10. Mengenal tanda dan gejala anemia ringan dan berat, hyperemesis gravidarum, kehamilan ektopik terganggu, abortus imminen, molahydatidosa dan komplikasinya, dan kehamilan ganda, kelainan letak serta pre eklamsia.
11. Nilai Normal dari pemeriksaan laboratorium seperti Haemaglobin dalam darah, test gula, protein, acetone dan bakteri dalam urine.
12. Perkembangan normal dari kehamilan: perubahan bentuk fisik, ketidaknyamanan yang lazim, pertumbuhan fundus uteri yang diharapkan.
13. Perubahan psikologis yang normal dalam kehamilan dan dampak kehamilan terhadap keluarga.
14. Penyuluhan dalam kehamilan, perubahan fisik, perawatan buah dada ketidaknyamanan, kebersihan, seksualitas, nutrisi, pekerjaan dan aktifitas (senam hamil).
15. Kebutuhan nutrisi bagi wanita hamil dan janin.
16. Penata laksanaan immunisasi pada wanita hamil.
17. Pertumbuhan dan perkembangan janin.
18. Persiapan persalinan, kelahiran, dan menjadi orang tua.
19. Persiapan keadaan dan rumah/keluarga untuk menyambut kelahiran bayi.
20. Tanda-tanda dimulainya persalinan.
21. Promosi dan dukungan pada ibu menyusukan.
22. Teknik relaksasi dan strategi meringankan nyeri pada persiapan persalinan dan kelahiran.
23. Mendokumentasikan temuan dan asuhan yang diberikan.
24. Mengurangi ketidaknyamanan selama masa kehamilan.
25. Penggunaan obat-obat tradisional ramuan yang aman untuk mengurangi ketidaknyamanan selama kehamilan.
26. Akibat yang ditimbulkan dari merokok, penggunaan alkohol, dan obat terlarang bagi wanita hamil dan janin.
27. Akibat yang ditimbulkan/ditularkan oleh binatang tertentu terhadap kehamilan, misalnya toxoplasmasmosis.
28. Tanda dan gejala dari komplikasi kehamilan yang mengancam jiwa seperti pre-eklampsia, perdarahan pervaginam, kelahiran premature, anemia berat.
29. Kesejahteraan janin termasuk DJJ dan pola aktivitas janin.
30. Resusitasi kardiopulmonary.

Pengetahuan Tambahan
1. Tanda, gejala dan indikasi rujukan pada komplikasi tertentu dalam kehamilan, seperti asma, infeksi HIV, infeksi menular seksual (IMS), diabetes, kelainan jantung, postmatur/serotinus.
2. Akibat dari penyakit akut dan kronis yang disebut diatas bagi kehamilan dan janinnya.

Keterampilan Dasar
1. Mengumpulkan data riwayat kesehatan dan kehamilan serta menganalisanya pada setiap kunjungan/pemeriksaan ibu hamil.
2. Melaksanakan pemeriksaan fisik umum secara sistematis dan lengkap.
3. Melaksanakan pemeriksaan abdomen secara lengkap termasuk pengukuran tinggi fundus uteri/posisi/presentasi dan penurunan janin.
4. Melakukan penilaian pelvic, termasuk ukuran dan struktur tulang panggul.
5. Menilai keadaan janin selama kehamilan termasuk detak jantung janin dengan menggunakan fetoscope (Pinrad) dan gerakan janin dengan palpasi uterus.
6. Menghitung usia kehamilan dan menentukan perkiraan persalinan.
7. Mengkaji status nutrisi ibu hamil dan hubungannya dengan pertumbuhan janin.
8. Mengkaji kenaikan berat badan ibu dan hubungannya dengan komplikasi kehamilan.
9. Memberikan penyuluhan pada klien/keluarga mengenai tanda-tanda berbahaya serta bagaimana menghubungi bidan.
10. Melakukan penatalaksanaan kehamilan dengan anemia ringan, hyperemesis gravidarum tingkat I, abortus imminen dan pre eklamsia ringan.
11. Menjelaskan dan mendemontrasikan cara mengurangi ketidaknyamanan yang lazim terjadi dalam kehamilan.
12. Memberikan immunisasi pada ibu hamil.
13. Mengidentifikasi penyimpangan kehamilan normal dan melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan tepat dari:
a. Kekurangan gizi.
b. Pertumbuhan janin yang tidak adekuat: SGA & LGA.
c. Pre eklamsia berat dan hipertensi.
d. Perdarahan per-vaginam.
e. Kehamilan ganda pada janin kehamilan aterm.
f. Kelainan letak pada janin kehamilan aterm.
g. Kematian janin.
h. Adanya adema yang signifikan, sakit kepala yang hebat, gangguan pandangan, nyeri epigastrium yang disebabkan tekanan darah tinggi.
i. Ketuban pecah sebelum waktu (KPD=Ketuban Pecah Dini).
j. Persangkaan polyhydramnion.
k. Diabetes melitus.
l. Kelainan congenital pada janin.
m. Hasil laboratorium yang tidak normal.
n. Persangkaan polyhydramnion, kelainan janin.
o. Infeksi pada ibu hamil seperti : IMS, vaginitis, infeksi saluran perkemihan dan saluran nafas.
14. Memberikan bimbingan dan persiapan untuk persalinan, kelahiran dan menjadi orang tua.
15. Memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai perilaku kesehatan selama hamil seperti nutrisi, latihan (senam), keamanan dan berhenti merokok.
16. Penggunaan secara aman jamu/obat-obatan tradisional yang tersedia.

Keterampilan Tambahan
1. Menggunakan Doppler untuk memantau DJJ.
2. Memberikan pengobatan dan/atau kolaborasi terhadap penyimpangan dari keadaan normal dengan menggunakan standar local dan sumber daya yang tersedia.
3. Melaksanakan kemampuan Asuhan Pasca Keguguran.

ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN
Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.

Pengetahuan Dasar
1. Fisiologi persalinan.
2. Anatomi tengkorak janin, diameter yang penting dan penunjuk.
3. Aspek psikologis dan cultural pada persalinan dan kelahiran.
4. Indikator tanda-tanda mulai persalinan.
5. Kemajuan persalinan normal dan penggunaan partograf atau alat serupa.
6. Penilaian kesejahteraan janin dalam masa persalinan.
7. Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan.
8. Proses penurunan janinmelalui pelvic selama persalinan dan kelahiran.
9. Pengelolaan dan penatalaksanaan persalinan dengan kehamilan normal dan ganda.
10. Pemberian kenyamanan dalam persalinan, seperti: kehadiran keluarga pendamping, pengaturan posisi, hidrasi, dukungan moril, pengurangan nyeri tanpa obat.
11. Transisi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus.
12. Pemenuhan kebutuhan fisik bayi baru lahir meliputi pernapasan, kehangatan dan memberikan ASI/PASI, eksklusif 6 bulan.
13. Pentingnya pemenuhan kebutuhan emosional bayi baru lahir, jika memungkinkan antara lain kontak kulit langsung, kontak mata antar bayi dan ibunya bila dimungkinkan.
14. Mendukung dan meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
15. Manajemen fisiologi kala III.
16. Memberikan suntikan intra muskuler meliputi: uterotonika, antibiotika dan sedative.
17. Indikasi tindakan kedaruratan kebidanan seperti: distosia bahu, asfiksia neonatal, retensio plasenta, perdarahan karena atonia uteri dan mengatasi renjatan.
18. Indikasi tindakan operatif pada persalinan misalnya gawat janin, CPD.
19. Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus macet, kelainan presentasi, eklamsia kelelahan ibu, gawat janin, infeksi, ketuban pecah dini tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term serta tali pusat menumbung.
20. Prinsip manajemen kala III secara fisiologis.
21. Prinsip manajemen aktif kala III.

Pengetahuan Tambahan
1. Penatalaksanaan persalinan dengan malpresentasi.
2. Pemberian suntikan anestesi local.
3. Akselerasi dan induksi persalinan.

Keterampilan Dasar
1. Mengumpulkan data yang terfokus pada riwayat kebidanan dan tanda-tanda vital ibu pada persalinan sekarang.
2. Melaksanakan pemeriksaan fisik yang terfokus.
3. Melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap untuk posisi dan penurunan janin.
4. Mencatat waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama, kekuatan dan frekuensi).
5. Melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara lengkap dan akurat meliputi pembukaan, penurunan, bagian terendah, presentasi, posisi keadaan ketuban, dan proporsi panggul dengan bayi.
6. Melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograph.
7. Memberikan dukungan psikologis bagi wanita dan keluarganya.
8. Memberikan cairan, nutrisi dan kenyamanan yang kuat selama persalinan.
9. Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan kegawat daruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu.
10. Melakukan amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm sesuai dengan indikasi.
11. Menolong kelahiran bayi dengan lilitan tali pusat.
12. Melakukan episiotomi dan penjahitan, jika diperlukan.
13. Melaksanakan manajemen fisiologi kala III.
14. Melaksanakan manajemen aktif kala III.
15. Memberikan suntikan intra muskuler meliputi uterotonika, antibiotika dan sedative.
16. Memasang infus, mengambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin (HB) dan hematokrit (HT).
17. Menahan uterus untuk mnecegah terjadinya inverse uteri dalam kala III.
18. Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaputnya.
19. Memperkirakan jumlah darah yang keluar pada persalinan dengan benar.
20. Memeriksa robekan vagina, serviks dan perineum.
21. Menjahit robekan vagina dan perineum tingkat II.
22. Memberikan pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang, partus macet kepada di dasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, post term dan pre term.
23. Melakukan pengeluaran, plasenta secara manual.
24. Mengelola perdarahan post partum.
25. Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan/kegawat daruratan dengan tepat waktu sesuai indikasi.
26. Memberikan lingkungan yang aman dengan meningkatkan hubungan/ikatan tali kasih ibu dan bayi baru lahir.
27. Memfasilitasi ibu untuk menyusui sesegera mungkin dan mendukung ASI eksklusif.
28. Mendokumentasikan temuan-temuan yang penting dan intervensi yang dilakukan.

Keterampilan Tambahan
1. Menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan dan gerakan tangan yang tepat.
2. Memberikan suntikan anestesi local jika diperlukan.
3. Melakukan ekstraksi forcep rendah dan vacum jika diperlukan sesuai kewenangan.
4. Mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan kematian janin dalam kandungan (IUFD) dengan tepat.
5. Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung.
6. Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks.
7. Membuat resep dan atau memberikan obat-obatan untuk mengurangi nyeri jika diperlukan sesuai kewenangan.
8. Memberikan oksitosin dengan tepat untuk induksi dan akselerasi persalinan dan penanganan perdarahan post partum.

ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI
Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.

Pengetahuan Dasar
1. Fisiologis nifas.
2. Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan/abortus.
3. Proses laktasi/menyusui dan teknik menyusui yang benar serta penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembengkakan payudara, abses, masitis, putting susu lecet, putting susu masuk.
4. Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat, aktifitas dan kebutuhan fisiologis lainnya seperti pengosongan kandung kemih.
5. Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir.
6. Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan abortus.
7. “Bonding & Atacchment” orang tua dan bayi baru lahir untuk menciptakan hubungan positif.
8. Indikator subinvolusi: misalnya perdarahan yang terus-menerus, infeksi.
9. Indikator masalah-masalah laktasi.
10. Tanda dan gejala yang mengancam kehidupan misalnya perdarahan pervaginam menetap, sisa plasenta, renjatan (syok) dan pre-eklamsia post partum.
11. Indikator pada komplikasi tertentu dalam periode post partum, seperti anemia kronis, hematoma vulva, retensi urine dan incontinetia alvi.
12. Kebutuhan asuhan dan konseling selama dan konseling selama dan sesudah abortus.
13. Tanda dan gejala komplikasi abortus.

Keterampilan Dasar
1. Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang terfokus, termasuk keterangan rinci tentang kehamilan, persalinan dan kelahiran.
2. Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu.
3. Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/luka jahitan.
4. Merumuskan diagnosa masa nifas.
5. Menyusun perencanaan.
6. Memulai dan mendukung pemberian ASI eksklusif.
7. Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi perawatan diri sendiri, istirahat, nutrisi dan asuhan bayi baru lahir.
8. Mengidentifikasi hematoma vulva dan melaksanakan rujukan bilamana perlu.
9. Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai kewenangan atau merujuk untuk tindakan yang sesuai.
10. Penatalaksanaan ibu post partum abnormal: sisa plasenta, renjatan dan infeksi ringan.
11. Melakukan konseling pada ibu tentang seksualitas dan KB pasca persalinan.
12. Melakukan konseling dan memberikan dukungan untuk wanita pasca persalinan.
13. Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi tertentu.
14. Memberikan antibiotika yang sesuai.
15. Mencatat dan mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.

Keterampilan Tambahan
1. Melakukan insisi pada hematoma vulva.

ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR
Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.

Pengetahuan Dasar
1. Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus.
2. Kebutuhan dasar bayi baru lahir: kebersihan jalan napas, perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, “bonding & attachment”.
3. Indikator pengkajian bayi baru lahir, misalnya dari APGAR.
4. Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.
5. Tumbuh kembang yang normal pada bayi baru lahir selama 1 bulan.
6. Memberikan immunisasi pada bayi.
7. Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti: caput, molding, mongolian spot, hemangioma.
8. Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti: hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus.
9. Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir sampai 1 bulan.
10. Keuntungan dan resiko immunisasi pada bayi.
11. Pertumbuhan dan perkembangan bayi premature.
12. Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma intra-cranial, fraktur clavicula, kematian mendadak, hematoma.

Keterampilan Dasar
1. Membersihkan jalan nafas dan memelihara kelancaran pernafasan, dan merawat tali pusat.
2. Menjaga kehangatan dan menghindari panas yang berlebihan.
3. Menilai segera bayi baru lahir seperti nilai APGAR.
4. Membersihkan badan bayi dan memberikan identitas.
5. Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada bayi baru lahir dan screening untuk menemukan adanya tanda kelainan-kelainan pada bayi baru lahir yang tidak memungkinkan untuk hidup.
6. Mengatur posisi bayi pada waktu menyusu.
7. Memberikan immunisasi pada bayi.
8. Mengajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda bahaya dan kapan harus membawa bayi untuk minta pertolongan medik.
9. Melakukan tindakan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi baru lahir, seperti: kesulitan bernafas/asphyksia, hypotermia, hypoglycemi.
10. Memindahkan secara aman bayi baru lahir ke fasilitas kegawatdaruratan apabila dimungkinkan.
11. Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.

Keterampilan Tambahan
1. Melakukan penilaian masa gestasi.
2. Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal dan asuhannya.
3. Membantu orang tua dan keluarga untuk memperoleh sumber daya yang tersedia di masyarakat.
4. Memberikan dukungan kepada orang tua selama masa berduka cita sebagai akibat bayi dengan cacat bawaan, keguguran, atau kematian bayi.
5. Memberikan dukungan kepada orang tua selama bayinya dalam perjalanan rujukan diakibatkan ke fasilitas perawatan kegawatdaruratan.
6. Memberikan dukungan kepada orang tua dengan kelahiran ganda.

ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA
Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).

Pengetahuan Dasar
1. Keadaan kesehatan bayi dan anak di Indonesia, meliputi: angka kesakitan, angka kematian, penyebab kesakitan dan kematian.
2. Peran dan tanggung jawab orang tua dalam pemeliharaan bayi dan anak.
3. Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak normal serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4. Kebutuhan fisik dan psikososial anak.
5. Prinsip dan standar nutrisi pada bayi dan anak. Prinsip-prinsip komunikasi pada bayi dan anak.
6. Prinsip keselamatan untuk bayi dan anak.
7. Upaya pencegahan penyakit pada bayi dan anak misalnya pemberian immunisasi.
8. Masalah-masalah yang lazim terjadi pada bayi normal seperti: gumoh/regurgitasi, diaper rash dll serta penatalaksanaannya.
9. Penyakit-penyakit yang sering terjadi pada bayi dan anak.
10. Penyimpangan tumbuh kembang bayi dan anak serta penatalaksanaannya.
11. Bahaya-bahaya yang sering terjadi pada bayi dan anak di dalam dan luar rumah serta upaya pencegahannya.
12. Kegawat daruratan pada bayi dan anak serta penatalaksanaannya.

Keterampilan Dasar
1. Melaksanakan pemantauan dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak.
2. Melaksanakan penyuluhan pada orang tua tentang pencegahan bahaya-bahaya pada bayi dan anak sesuai dengan usia.
3. Melaksanakan pemberian immunisasi pada bayi dan anak.
4. Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan pada bayi dan anak yang terfokus pada gejala.
5. Melakukan pemeriksaan fisik yang berfokus.
6. Mengidentifikasi penyakit berdasarkan data dan pemeriksaan fisik.
7. Melakukan pengobatan sesuai kewenangan, kolaborasi atau merujuk dengan cepat dan tepat sesuai dengan keadaan bayi dan anak.
8. Menjelaskan kepada orang tua tentang tindakan yang dilakukan.
9. Melakukan pemeriksaan secara berkala pda bayi dan anak sesuai dengan standar yang berlaku.
10. Melaksanakan penyuluhan pada orang tua tentang pemeliharaan bayi.
11. Tepat sesuai keadaan bayi dan anak yang mengalami cidera dari kecelakaan.
12. Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.

KEBIDANAN KOMUNITAS
Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.

Pengetahuan Dasar
1. Konsep dan sasaran kebidanan komunitas.
2. Masalah kebidanan komunitas.
3. Pendekatan asuhan kebidanan pada keluarga, kelompok dari masyarakat.
4. Strategi pelayanan kebidanan komunitas.
5. Ruang lingkup pelayanan kebidanan komunitas.
6. Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan masyarakat.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
8. Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Pengetahuan Tambahan
1. Kepemimpinan untuk semua (kesuma).
2. Pemasaran sosial.
3. Peran serta masyarakat (PSM).
4. Audit maternal perinatal.
5. Perilaku kesehatan masyarakat.
6. Program-program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak

Keterampilan Dasar
1. Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas, laktasi, bayi balita dan KB di masyarakat.
2. Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
3. Melakukan pertolongan persalinan di rumah dan polindes.
4. Mengelola pondok bersalin desa (polindes).
5. Melaksanakan kunjungan rumah pada ibu hamil, nifas dan laktasi bayi dan balita.
6. Melakukan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya-upaya kesehatan ibu dan anak.
7. Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.
8. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.

Keterampilan Tambahan
1. Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
2. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
3. Mengelola dan memberikan obat-obatan sesuai dengan kewenangannya.
4. Menggunakan teknologi kebidanan tepat guna.

ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI
Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.

Pengetahuan Dasar
1. Penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS.
2. Tanda dan gejala infeksi saluran kemih serta penyakit seksual yang lazim terjadi.
3. Tanda, gejala, dan penatalaksanaan pada kelainan ginekologi meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.

Keterampilan Dasar
1. Mengidentifikasi gangguan masalah dan kelainan-kelainan sistem reproduksi.
2. Memberikan pengobatan pada perdarahan abnormal dan abortus spontan (bila belum sempurna).
3. Melaksanakan kolaborasi dan atau rujukan secara tepat ada wanita/ibu dengan gangguan system reproduksi.
4. Memberikan pelayanan dan pengobatan sesuai dengan kewenangan pada gangguan system reproduksi meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
5. Mikroskop dan penggunaannya.
6. Teknik pengambilan dan pengiriman sediaan pap smear.

Keterampilan Tambahan
1. Menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan hapusan vagina.
2. Mengambil dan proses pengiriman sediaan pap smear.

STANDAR PENDIDIKAN BIDAN

STANDAR I : LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan kebidanan berada pada suatu institusi pendidikan tinggi.
Definisi Operasional :
Penyelenggara pendidikan kebidanan adalah institusi pendidikan tinggi baik pemerintah maupun swasta sesuai dengan kaidah-kaidah yang tercantum pada sistim pendidikan nasional.

STANDAR II : FALSAFAH
Lembaga pendidikan kebidanan mempunyai falsafah yang mencerminkan visi misi dari institusi yang tercermin pada kurikulum.
Definisi Operasional :
1. Falsafah mencakup kerangka keyakinan dan nilai-nilai mengenai pendidikan kebidanan dan pelayanan kebidanan.
2. Penyelenggaraan pendidikan mengacu pada sistim pendidikan nasional Indonesia.

STANDAR III : ORGANISASI
Organisasi lembaga pendidikan kebidanan konsisten dengan struktur administrasi dari pendidikan tinggi dan secara jelas menggambarkan jalur-jalur hubungan keorganisasian, tanggung jawab dan garis kerjasama.
Definisi Operasional :
a. Struktur organisasi pendidikan kebidanan mengacu pada sistem pendidikan nasional.
b. Ada kejelasan tentang tata hubungan kerja.
c. Ada uraian tugas untuk masing-masing komponen pada organisasi.

STANDAR IV : SUMBER DAYA PENDIDIKAN
Sumber daya manusia, finansial dan material dari lembaga pendidikan kebidanan memenuhi persyaratan dalam kualitas maupun kuantitas untuk memperlancar proses pendidikan.
Definisi Operasional :
1. Dukungan administrasi tercermin pada anggaran dan sumber-sumber untuk program.
2. Sumber daya teknologi dan lahan praktik cukup dan memenuhi persyaratan untuk mencapai tujuan program.
3. Persiapan tenaga pendidik dan kependidikan mengacu pada undang-undang sistem pendidikan nasional dan peraturan yang berlaku.
4. Peran dan tanggung jawab tenaga pendidik dan kependidikan mengacu pada undang-undang dan peraturan yang berlaku.

STANDAR V : POLA PENDIDIKAN KEBIDANAN
Pola pendidikan kebidanan mengacu kepada undang-undang sistem pendidikan nasional, yang terdiri dari :
1. Jalur pendidikan vokasi
2. Jalur pendidikan akademik
3. Jalur pendidikan profesi
Definisi Operasional :
Pendidikan kebidanan terdiri dari pendidikan diploma, pendidikan sarjana, pendidikan profesi dan pendidikan pasca sarjana.

STANDAR VI : KURIKULUM
Penyelenggaraan pendidikan menggunakan kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan organisai profesi serta dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan mengacu pada falsafah dan misi dari lembaga pendidikan kebidanan.
Definisi Operasional :
1. Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan pada kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen pendidikan nasional dan organisasi profesi serta
2. Dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan mengacu pada falsafah dan misi dari lembaga pendidikan kebidanan. Dalam pelaksanaan pendidikan kurikulum dikembangkan sesuai dengan falsafah dan visi dari institusi pendidikan kebidanan.

STANDAR VII : TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan dan desain kurikulum pendidikan kebidanan mencerminkan falsafah pendidikan kebidanan dan mempersiapkan perkembangan setiap mahasiswa yang berpotensi khusus.
Definisi Operasional :
1. Tujuan pendidikan merupakan dasar bagi pengembangan kurikulum pendidikan, pengalaman belajar dan evaluasi.
2. Tujuan pendidikan selaras dengan perilaku akhir yang ditetapkan.
3. Kurikulum meliputi kelompok ilmu dasar (alam, sosial, perilaku, humaniora), ilmu biomedik, ilmu kesehatan, dan ilmu kebidanan.
4. Kurikulum mencerminkan kebutuhan pelayanan kebidanan dan kesehatan masyarakat .
5. Kurikulum direncanakan sesuai dengan standar praktik kebidanan.
6. Kurikulum kebidanan menumbuhkan profesionalisme sikap etis, kepemimpinan dan manajemen.
7. Isi kurikulum dikembangkan sesuai perkembangan teknologi mutakhir.

STANDAR VIII : EVALUASI PENDIDIKAN
Organisasi profesi ikut serta dalam program evaluasi pendidikan baik internal maupun eksternal.
Definisi Operasional :
1. Organisasi profesi merupakan bagian dari badan akreditasi yang berwenang.
2. Dalam proses evaluasi, organisasi profesi menggunakan institusi pelayanan atau yang terkait dengan lahan praktik kebidanan yang telah diakui oleh pihak yang berwenang.

STANDAR IX : LULUSAN
Lulusan pendidikan bidan mengemban tanggung jawab profesional sesuai dengan tingkat pendidikan.
Definisi Operasional :
1. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
2. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
3. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun system/ketata-laksanaan pelayanan kesehatan secara universal.
4. Lulusan program kebidanan, tingkat master dan doktor melakukan praktik kebidanan lanjut, penelitian, pengembangan, konsultan pendidikan dan ketatalaksanaan pelayanan.
5. Lulusan wajib berperan aktif dan ikut serta dalam penentuan kebijakan dalam bidang kesehatan.
6. Lulusan berperan aktif dalam merancang dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagai tanggapan terhadap perkembangan masyarakat.

STANDAR PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BIDAN
STANDAR I: ORGANISASI
Peyelenggaraan Pendidikan Berkelanjutan Bidan berada di bawah organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) pada tingkat Pengurus Pusat (PP-IBI), Pengurus Daerah (PD-IBI)dan Pengurus Cabang (PC -IBI)
Definisi Operasional :
1. Pendidikan berkelanjutan untuk bidan, terdapat dalam organisasi profesi IBI.
2. Keberadaan pendidikan berkelanjutan bidan dalam organisasi profesi IBI, disahkan oleh PP-IBI/PD-IBI/PC-IBI.

STANDAR II : FALSAFAH
Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai falsafah yang selaras dengan falsafah organisasi profesi IBI yang terermin visi, misi dan tujuan.
Definisi Operasional :
1. Bidan harus mengembangkan diri dan belajar sepanjang hidupnya.
2. Pendidikan berkelanjutan merupakan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan bidan .
3. Melalui penelitian dalam Pendidikan Berkelanjutan akan memperkaya Body of Knowledge ilmu kebidanan.

STANDAR III : SUMBER DAYA PENDIDIKAN
Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai sumber daya manusia, finansial dan material untuk memperlancar proses pendidikan berkelanjutan.
Definisi Operasional :
1. Memiliki sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi dan mampu melaksanakan / mengelola pendidikan berkelanjutan.
2. Ada sumber finansial yang menjamin terselenggaranya program.

STANDAR IV : PROGRAM PENDIDIKAN dan PELATIHAN
Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki program pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan pengembangan.
Definisi Operasional :
1. Program Pendidikan Berkelanjutan bidan berdasarkan hasil pengkajian kelayakan.
2. Ada program yang sesuai dengan hasil pengkajian kelayakan.
3. Program tersebut disahkan/ terakreditasi organisasi IBI (PP/PD/PC), yang di buktikan dengan adanya sertifikat.

STANDAR V : FASILITAS
Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki fasilitas pembelajaran yang sesuai dengan standar.
Definisi Operasional :
1. Tersedia fasilitas pembelajaran yang terakreditasi
2. Tersedia fasilitas pembelajaran sesuai perkembangan ilmu dan tehnologi.

STANDAR VI: DOKUMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
Pendidikan berkelanjutan dan pengembangan bidan perlu pendokumentasian
Definisi Operasional :
1. Ada dokumentasi pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
2. Ada laporan pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
3. Ada laporan evaluasi pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
4. Ada rencana tindak lanjut yang jelas.

STANDAR VII : PENGENDALIAN MUTU
Pendidika berkelanjutan bidan melaksanakan pengendalian mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
Definisi Operasional :
1. Ada program peningkatan mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
2. Ada penilaian mutu proses pendidikan, pelatihan dan pengembangan
3. Ada penilaian mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
4. Ada umpan balik tentang penilaian mutu.
5. Ada tindak lanjut dari penilaian mutu.

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
STANDAR I : FALSAFAH DAN TUJUAN
Pelayanan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan filosofi bidan
Definisi Operasional :
1. Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam memberikan asuhan
2. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada promosi persalinan normal, pencegahan penyakit, pencegahan cacad pada ibu dab bayi, promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif, fleksibel, suportif, peduli, bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan. Asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan klien dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan

STANDAR II : ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan, standar pelayanan dan prosedur tetap. Pengelolaan pelayanan yang kondusif, menjamin praktik pelayanan kebidanan yang akurat.
Definisi Operasional :
1. Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan.
2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar alat, standar ruangan, standar ketenagaan yang telah tindakan di sahkan oleh pimpinan.
3. Ada standar prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/ kebidanan yang di sahkan oleh pimpinan.
4. Ada rencana/program kerja disetiap institusi pengelolaan yang mengacu ke institusi induk.
5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur, dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
6. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan lahan praktik, program pengajaran dan penilaian klinik.
7. Ada bukti administrasi.

STANDAR III : STAF DAN PIMPINAN
Pengelola pelayanan kebidanan mempunyai program pengeloaan sumber daya manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
1. Tersedia SDM sesuai dengan kebutuhan baik kualifikasi maupun jumlah.
2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
3. Ada jadwal dinas sesuai dengan tanggung jawab dan uraian kerja.
4. Ada jadwal bidan pengganti dengan peran fungsi yang jelas.
5. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.

STANDAR IV : FASILITAS DAN PERALATAN
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi Operasional :
1. Tersedia sarana dan peralatan untuk mencapai tujuan pelayanan kebidanan sesuai standar.
2. Tersedianya peralatan yang sesuai dalam jumlah dan kualitas.
3. Ada sertifikasi untuk penggunaan alat-alat tertentu.
4. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.

STANDAR V : KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi Operasional :
1. Ada kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disahkan oleh pimpinan.
2. Ada prosedur rekrutment tenaga yang jelas.
3. Ada regulasi internal sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengatur hak dan kewajiban personil.
4. Ada kebijakan dan prosedur pembinaan personal.

STANDAR VI : PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi Operasional :
1. Ada program pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.
2. Ada program orientasi dan pelatihan bagi tenaga bidan/personil baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
3. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.

STANDAR VII : STANDAR ASUHAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Definisi Operasional :
1. Ada Standar Manajemen Asuhan Kebidanan (SMAK) sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kebidanan.
2. Ada format manajemen kebidanan yang terdapat pada catatan medik.
3. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4. Ada diagnosa kebidanan.
5. Ada rencana asuhan kebidanan.
6. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.
7. Ada catatan perkembangan klien dalam asuhan kebidanan.
8. Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.
9. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
STANDAR VIII : EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Definisi Operasional :
1. Ada program atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan.
2. Ada program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian terhadap standar asuhan kebidanan.
3. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.
4. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.
5. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN
STANDAR I : METODE ASUHAN
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah: Pengumpulan data dan analisis data, penegakan diagnosa perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Definisi Operasional :
1. Ada format manajemen asuhan kebidanan dalam catatan asuhan kebidanan.
2. Format manajemen asuhan kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana asuhan, catatan implementasi, catatan perkembangan, tindakan, evaluasi, kesimpulan dan tindak lanjut kegiatan lain.

STANDAR II : PENGKAJIAN
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Definisi Operasional :
Ada format pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan secara sistematis, terfokus, yang meliputi data :
1. Demografi identitas klien
2. Riwayat penyakit terdahulu
3. Riwayat kesehatan reproduksi :
 Riwayat haid
 Riwayat bedah organ reproduksi
 Riwayat kehamilan dan persalinan
 Pengaturan kesuburan
 Faktor kongenital/keturunan yang terkait
4. Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
5. Analisis data

STANDAR III : DIAGNOSA KEBIDANAN
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
Definisi Operasional :
1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan hasil analisa data.
2. Diagnosa kebidanan dirumuskan secara sistematis.

STANDAR IV : RENCANA ASUHAN
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Definisi Operasional :
1. Ada format rencana asuhan kebidanan.
2. Format rencana asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa, berisi rencana tindakan, evaluasi dan tindakan.

STANDAR V : TINDAKAN
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan diagnosa, rencana dan perkembangan keadaan klien.
Definisi Operasional :
1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.
2. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau hasil kolaborasi.
4. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan etika dan kode etik kebidanan.
5. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

STANDAR VI : PARTISIPASI KLIEN
Klien dan keluarga dilibatkan dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Definisi Operasional :
1. Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang :
 Status kesehatan saat ini
 Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
 Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan
 Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan
 Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
2. Klien dan keluarga dilibatkan dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan dalam asuhan.
3. Pasien dan keluarga diberdayakan dalam terlaksananya rencana asuhan klien

STANDAR VII : PENGAWASAN
Monitor/pengawasan klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Definisi Operasional :
1. Adanya format pengawasan klien.
2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus dan sistimatis untuk mengetahui perkembangan klien.
3. Pengawasan yang dilaksanakan dicatat dan dievaluasi.

STANDAR VIII : EVALUASI
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tindakan kebidanan dan rencana yang telah dirumuskan.
Definisi Operasional :
1. Evaluasi dilaksanakan pada tiap tahapan pelaksanaan asuhan sesuai standar.
2. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.

STANDAR IX : DOKUMENTASI
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan.
Definisi Operasional :
1. Dokumentasi dilaksanakan pada setiap tahapan asuhan kebidanan.
2. Dokumentasi dilaksanakan secara sistimatis, tepat, dan jelas.
3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.

C. KODE ETIK BIDAN INDONESIA

1. Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
2. Kode Etik Bidan Indonesia
a. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluaraga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajart kesehatannya secara optimal.
b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
2) Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan
3) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
2) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

d. Kewajiban bidan terhadap profesinya
1) Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
2) Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
1) Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
2) Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3) Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
f. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air
1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga

D. PENUTUP
Bidan merupakan suatu profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan masyarakat dan berfokus pada Kesehatan Reproduksi Perempuan, Keluarga Berencana, kesehatan bayi dan anak balita, serta Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Standar Profesi ini terdiri dari Standar Kompetensi Bidan Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan Kebidanan, dan Kode Etik Profesi.
Standar profesi ini, wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap bidan dalam mengamalkan amanat profesi kebidanan.

MENTERI KESEHATAN,

Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)