Minggu, 28 November 2010

dekontaminasi

DEKONTAMINASI
Memproses Alat Bekas Pakai : Pendahuluan Dekontaminasi Pencucian dan Pembilasan Disinfeksi Tingkat Tinggi dan Sterilisasi
Dekontaminasi merupakan langkah pertama yang penting dalam menangani
peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lain yang
terkontaminasi. Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk
ditangani petugas pada saat dilakukan pembersihan. Untuk perlindungan
lebih jauh, pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan
rumah tangga dari lateks jika menangani peralatan yang sudah digunakan
atau kotor.
Segera setelah digunakan, rendam seluruh bagian benda-benda yang
terkontaminasi dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Ini akan
cepat mematikan virus hepatitis B dan HIV.
Daya kerja larutan klorin akan cepat menurun sehingga harus diganti
minimal setiap 24 jam atau lebih cepat jika terlihat telah kotor atau
keruh.
Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat
berbentuk cair :
Jumlah bagian air = (% larutan konsentrat : % larutan yang diinginkan)
- 1
Contoh :
Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan klorin 5,25%
1. Jumlah bagian air = (5,25% : 0,5%) – 1 = 10,5 – 1 = 9,5
2. Tambahkan 9 bagian (pembulatan kebawah dari 9,5) air ke dalam 1
bagian larutan klorin 5,25 %
Air tidak perlu dimasak
Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari bubuk klorin kering :
Jumlah bagian air = (% larutan yang diinginkan : % konsentrat) x 1000
Contoh :
Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari bubuk klorin yang bisa
melepaskan klorin (seperti kalsium hipoklorida) yang mengandung 35%
klorin
1. Gram/liter = (0,5% : 35%) x 1000 = 14,3 gram/liter
2. Tambahkan 14 gram (pembulatan kebawah dari 14,3) bubuk klorin 35% ke
dalam 1 liter air bersih.
Update : 29 Desember 2005
Sumber : Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi
(JNPK-KR). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR,
Maternal & Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2002

pemprosesan alat kesehatan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas kudrot dan irodat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemrosesan Alat”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KDPK.
Dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah KDPK yang telah memberikan bimbingannya kepada kami dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi motivasi dan kesempurnaan dalam penyusunan makalah berikutnya. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi semua pembaca pada umumnya. Amiin.


Tasikmalaya, Nopember 2009


Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam bekerja menciptakan lingkungan bebas infeksi,yang penting dan rasional adalah melakukan setiap proses pencegahan infeksi yang dianjurkan dan keterbatasannya. Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk menurunkan tranmisi penyakit dari instrument yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang dipakai kembali adalah dekontaminasi, sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi (DTT).

B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KDPK, serta untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi kami.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemrosesan Alat
Tiga langkah pokok dalam pemrosesan alat dan benda-benda lain dalam upaya pencegahan infeksi yaitu :
- Dekontaminasi
- Pencucian dan pembilasan
- Desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi
Setiap benda, baik instrumen metal yang kotor maupun sarung tangan memerlukan penanganan dan pemrosesan khusus agar :
a. Mengurangi resiko perlukaan aksidental atau terpapar darah atau duh tubuh terhadap setiap pembersih dan ruang tangga.
b. Membersihkan hasil akhir berkhualitas tinggi (umpamanya instrumen atau benda lain yang steril atau yang didesinfeksi tingkat tinggi (DTT).
Adapun pemrosesan peralatan bekas pakai dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
a. Dekontaminasi (Pakai sarung tangan dan pelindung lain seperti kacamata, visors atau google)
b. Cara yang diinginkan cara yang biasa diterima
Sterilisasi DTT.

B. Dekontaminasi
1. Definisi
Dekontaminasi adalah langkah pertama menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi. Proses yang membuat benda mati menjadi lebih aman untuk ditangani oleh staf sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivikasi HBV, HBC dan HIV) dan mengurangi tapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.

2. Produk-produk dekontaminasi
- Larutan klorin 0,5% dan 0,1%
- Etil 70%
- Alkohol
- Bahan fenolik atau karbol 0,5% - 3%
Bahan klorin mempunyai daya kerja yang cepat untuk mematikan virus hepatitis B dan HIV, bila benda-benda yang terkontaminasi direndam dalam larutan klorin selama 10 menit. Namun daya kerja tersebut akan cepat mengalami penurunan sehingga larutan tersebut harus diganti paling sedikit setiap 24 jam atau lebih cepat jika terlihat lebih kotor atau keruh.
Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair.
- % Larutan konsentrat
Jumlah bagian air = -1
% larutan yang diinginkan
Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari bubuk klorin kering.
% Larutan konsentrat
Jumlah bagian air = x 1000
% konsentrat
3. Tips-tips Dekontaminasi
- Gunakan tempat plastik untuk dekontaminasi agar mencegah :
1) Tumpulkan pisau (misal gunting) saat bersentuhan dengan container logam
2) Berkaratnya intrumen reaksi kimia (elektrolisis) yang terjadi antara dua logam yang berbeda (misal intrumen dan wadah) bila direndam dalam air.
- Jangan merendam intrumen logam yang berlapis elektro (artinya tidak 100% baja tahan gores) meski dalam air biasa selama beberapa jam karena akan berkarat.
Setelah dekontaminasi, instrument harus segera di cuci dengan air dingin untuk menghilangkan beban organic sebelum dibersihkan secara menyeluruh. Jarum habis pakai dan semprit harus diletakkan dalam wadah yang baik untuk dikubur. Apabila akan digunakan kembali maka jarum dan semprit harus dibersihkan dan dicuci secara menyeluruh setelah didekontaminasi. Sekali instrument atau benda lainnya telah didekontaminasi maka selanjutnya diproses dengan aman.

C. Pencucian dan Pembilasan
1. Definisi
Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan / perlengkapan yang kotor atau yang sudah digunakan.
2. Perlengkapan / bahan-bahan untuk mencuci peralatan
- Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks
- Sikat halus (boleh menggunakan sikat gigi)
- Tabung suntik (minimal ukuran 10mL; untuk membilas bagian dalam kateter termasuk kateter penghisap lendir.
- Wadah plastik atau baja antikarat (stainless steel)
- Air bersih
- Sabun atau deterjen
3. Kegunaan pencucian
- Sebagai cara yang efektif untuk mengurangi jumlah mikroorganisme terutama endospora yang menyebabkan tetanus pada peralatan dan instrument tercemar.
- Sebagai langkah awal, sebelum instrument di sterilisasi atau didesinfeksi tingkat tinggi. Karena tidak ada prosedur sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi (DTT) yang efektif tanpa melakukan pencucian terlebih dahulu (Porter, 1987).

4. Tahap-tahap pencucian dan pembilasan
- Pakai sarung tangan yang tebal pada kedua tangan
- Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi (hati-hati bila memegang peralatan yang tajam seperti gunting dan jarum jari).
- Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastik karet, jangan dicuci segera bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.
- Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati :
1) Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran
2) Buka engsel gunting dan klem
3) Sikat dengan seksama terutama dibagian sambungan dan pojok peralatan
4) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan
5) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali atau lebih baik jika diperlukan dengan air dan sabun atau deterjen.
6) Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih
- Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain
- Jika peralatan akan didesinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi (misalkan dalam larutan klorin 0,5%) tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT. Karena peralatan yang masih basah akan mengencerkan larutan kimia dan membuat larutan menjadi kurang efektif.
- Peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi dengan cara dikukus atau direbus atau di sterilisasi didalam otoklaf atau open panas kering tidak usah dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai.
- Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun dan kemudian bilas secara seksama dengan menggunakan air bersih.
- Gantungkan sarung tangan dan biarkan dengan cara di angin-anginkan.
5. Tips-tips pencucian dan pembilasan
- Gunakan sarung tangan saat membersihkan instrument dan peralatan
- Gunakan pelindung mata (plasti, pelindung muka, googles atau kacamata) dan rok plastic jika ada, saat membersihkan alat untuk meminimalkan risiko cipratan cairan yang terkontaminasi pada mata dan badan.
- Instrument harus dibersihkan dengan sikat yang lembut (sikat gigi bekas baik untuk digunakan) dalam air sabun.
- Semprit (berbahan kaca atau plastic) saat akan digunakan kembali harus dilepas setelah didekontaminasi atau dibersihkan dengan air sabun.
- Sarung tangan bedah harus dibersihkan dalam air sabun, kedua bagian dalam dan luar dibersihkan dan dicuci dengan air bersih sampai tidak ada sabun yang tersisa.
- Karet atau tabung plastik, misalnya tabung penghisap nasogatik atau proses kelahiran bila akan digunakan kembali harus dibersihkan secara menyeluruh, dicuci dan dikeringkan.
- Endoskopi operasi (misalnya laparoskop) harus secara hati-hati dibersihkan karena pembersihan yang tidak benar merupakan penyebab utama masalah mekanis, begitupula dengan penularan infeksi kepada pasien berikutnya (Weber & Rutala, 201).
- Untuk mencuci kateter (termasuk kateter penghisap lendir, lakukan tahap-tahap berikut ini :
1) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks pada kedua tangan.
2) Lepaskan penutup wadah penempung lendir (untuk kateter penghisap lendir)
3) Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun
4) Bila kateter menggunakan tabung suntik dan air bersih
5) Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum dilakukan proses DTT.
- Kateter harus didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara kimiawi karena kateter bias rusak bila didesinfeksi tingkat tinggi dengan cara direbus.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tiga langkah pokok dalam pemrosesan alat dan benda-benda lain dalam upaya pencegahan infeksi yaitu dekontaminasi, pencucian dan pembilasan, desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi.
Dekontaminasi adalah langkah pertama menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi. Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan / perlengkapan yang kotor atau yang sudah digunakan.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini kami berharap untuk lebih memahami tentang pemrosesan alat dekontaminasi alat, pencucian/pembilasan alat, DTT dan sterilisasi.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemrosesan Alat 2
B. Dekontaminasi 2
C. Pencucian dan Pembilasan 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 8
B. Saran 8

Sabtu, 27 November 2010

artikel ekstraksi vakum

Ektraksi Vacum adalah persalinan janin dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi tekanan negative pada kepalanya dengan menggunakan ekstraktor vakum ( ventouse ) dari malstrom.
Alat yang umumnya digunakan adalah vacum ekstraktor dari malmstrom.prinsip dari cara ini adalah bahwa kita mengadakan suatu vacum ( tekanan negative ) melalui suatu cup pada kepala bayi. Dengan demikian akan timbul kaput secara artivisiil dan cup akan melekat erat pada kepala bayi.
Pengaturan tekanan harus di turunkan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan kerusakan pada kulit kepala, mencegah timbulnya perdarahan pada otak bayi dan supaya timbul caput succedaneum.

B. Alat-alat Ekstraksi Vacum

  1. Mangkok ( cup )
    Mangkok ini dibuat untuk membuat kaputsuksedeniu buatan sehingga mangkuk dapat mencekam kepala janin. Sekarang ini terdapat dua macam mangkuk yaitu mangkuk yang terbuat dari baha logam dan plastic. Beberapa laporan menyebutkan bahwa mangkuk plastic kurang traumatis disbanding dengan mangkuk logam. mangkuk umumnya berdiameter 4 cm sampai dengan 6 cm. pada punggung mangkuk terdapat:
    • Tonjolan berlubang tempat insersi rantai penarik
    • Tonjolan berlubang yang menghubungkan rongga mangkuk dengan pipa penghubung
    • Tonjolan landai sebagai tanda untuk titik petunjuk kepala janin ( point of direction )

Pada vacuum bagian depan terdapat logam/ plastic yang berlubang untuk menghisap cairan atau udara.
  1. Rantai Penghubung
    Rantai mangkuk tersebut dari logam dan berfungsi menghubungkan mangkuk denga pemegang.
  2. Pipa Penghubung
    Terbuat dari pipa karet atau plastic lentur yang tidak akan berkerut oleh tekanan negative.pipa penghubung berfungsi penghubung tekanan negative mangkuk dengan botol.
  3. Botol
    Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan cairan yang mungkin ikut tersedot ( air ketuban, lendir servicks, vernicks kaseosa, darah, dll )
    Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran :
    • Saluran manometer
    • Saluran menuju ke mangkuk
    • Saluran menuju ke pompa penghisap
  4. Pompa penghisap
    Dapat berupa pompa penghisap manual maupun listrik

C. Teknik Tindakan Ekstraksi Vacum

  1. Ibu dalam posisi litotomi dan dilakukan disinfeksi daerah genetalia ( vulva toilet ). Sekitar vulva ditutup dengan kain steril
  2. Setelah semua alat ekstraktor terpasang, dilakukan pemasangan mangkuk dengan tonjolan petunjuk dipasang di atas titik petunjuk kepala janin. Pada umumnya dipakai mangkuk dengan diameter terbesar yang dapat dipasang.
  3. Dilakukan penghisapan dengan tekanan negative -0,3 kg/cm2 kemudian dinaikkan -0,2 kg /cm2 tiap 2 menit sampai mencapai -0,7 kg/cm2. maksud dari pembuatan tekanan negative yang bertahap ini supaya kaput suksedaneum buatan dapat terbentuk dengan baik
  4. Dilakukan periksa dalam vagina untuk menemukan apakah ada bagian jalan lahir atau kulit ketuban yang terjepit diantara mangkuk dan kepala janin.
  5. Bila perlu dilakukan anastesi local, baik dengan cara infiltrasi maupun blok pudendal untuk kemudian dilakukan episiotomi.
  6. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu dipimpin mengejan dan ekstraksi dilakukan dengan cara menarik pemegang sesuia dengan sumbu panggul. Ibujari dan jari telunjuk serta jari tanan kiri operator menahan mangkuk supaya tetap melekat pada kepala janin. Selama ekstraksi ini, jari-jari tangan kiri operator tersebut, memutar ubun-ubun kecil menyesuaikan dengan putaran paksi dalam. Bila ubun-ubun sudah berada di bawah simfisis, arah tarikan berangsur-angsur dinaikan ( keatas ) sehingga kepala lahir. Setelah kepala lahir, tekanan negative dihilangkan dengan cara membuka pentil udara dan mangkuk kemudian dilepas. Janin dilahirkan seperti pada persalinan normal dan plasenta umumnya dilahirkan secara aktif.

D. Keuntungan Tindakan Ekstraksi Vacum

  1. Cup dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, H III atau kurang dari demikian mengurangi frekwensi SC
  2. Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, cup dapat di pasang di belakang kepala, samping kepala ataupun dahi.
  3. Tarikan tidak dapat terlalu berat. Dengan demikian kepala tidak dapat dipaksakan melalui jalan lahir. Apabila tarikan terlampau berat cup akan lepas dengan sendirinya.
  4. Cup dapat di pasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya pada pembukaan 8-9 cm, untuk mempercepat pembukaan.untuk ini dilakukan tarikan ringan yang kontinu sehingga kepala menekan pada cervik. Tarikan tidak boleh terlalu kuat untuk mencegah robekan cervik. Di samping itu cup tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam untuk menghindari kemungkinan timbulnya perdarahan pada otak.
  5. Vacum ekstraktor dapat juga dipergunakan untuk memutar kepala dan mengadakan fleksi kepala ( missal pada letak dahi ).

E. Kerugian Tindakan Ekstraksi Vacum

Kerugian dari tindakan fukum adalah waktu yang diperlukan untuk pemasanga cup sampai dapat ditarik relative lebih lama ( kurang lebih 10 menit ) cara ini tidak dapat dipakai apabila ada indikasi untuk melahirkan anak dengan cepat seperti misalnya pada fetal distress ( gawat janin ) alatnya relative lebih mahal disbanding dengan forcep biasa.

F. Yang Harus Diperhatikan Dalam Tindakan Ektraksi Vacum

  • Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar
  • Penurunan tekanan harus berangsur-angsur
  • Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam
  • Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his dan ibu mengejan
  • Apabila kepala masih agak tinggi ( H III ) sebaiknya dipasang cup terbesar (diameter 7 cm)
  • Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi
  • Vacum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature

G. Bahaya-Bahaya Tindakan Ekstraksi Vacum

  1. Terhadap Ibu
    • Robekan bibir cervic atau vagina karena terjepit kepala bayi dan cup
  2. Terhadap Anak
    • Perdarahan dalam otak. Caput succedaneum artificialis akan hilang dalam beberapa hari,
Masalah Keperawatan
  • Gangguan pemenuhan ADL
  • Nyeri akut
  • Resti infeksi

H. Pathway

Pathway Vacum Ekstraksi, Download DISINI

I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

No
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
1
Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik
  • Bimbing pasien melakukan ROM pasif sebelum melakukan ROM aktif dua kali sehari
  • Ajarkan anggota keluarga cara-cara untuk membantu dalam ADL
  • Ajarkan pasien atau keluarga untuk merencanakan atau melakukan ADL
  • Berikan umpan balik positif untuk pencapaian hal-hal kecil dalam perawatan diri
  • Identifikasi sumber-sumber dalam sistem dukungan sosial pasien, dan pada masyarakat yang lebih luas, yang dapat membantu dalam memenuhi ADL diluar batas kemampuan pasien
2
Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
  • Berikan informasi tentang berbagai strategi untuk menambah penurunan rasa nyeri ( relaksasi, petunjuk imageri )
  • Ajarkan atau awasi pasien menggunakan strategi yang dipilih untuk menambah penurunan rasa nyeri
  • Ajarkan pasien untuk memakai daftar harian dari nyeri dan aktifitas untuk menentukan apa yang mencetuskan atau mengurangi rasa nyeri
  • Memberikan perhatian terhadap penggunaan bahasa untuk menggambarkan rasa nyeri dan kedalamannya.
3
Resti infeksi berhubungan dengan luka jahitan perinium
  • Ajarkan pasien untum memilih makanan yang tinggi kalori, tinggi protein, tinggi vitamin. Makanan tersebut dapat meningkatkan penyembuhan dan regenerasi selularserta memproduksi limfosit
  • Ikuti langkah-langkah untuk pencegahan gangguan integritas kulit
  • Cuci tangan selalu sebelum kontak dengan pasien
  • Ganti balut 2 kali sehari

DAFTAR PUSTAKA

  1. Azzawi Al Farogk. ( 1991 ). Teknik Kebidanan Penerbit Buku Kedokteran. EGC
  2. Bagian Obstetri dan Genokologi. (1997). Ilmu Fantom Bedah Obstetri. Semarang: FKUI
  3. Purnawan J. Atiek SS. Husna A. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:FKUI

makalah asfiksia neonatorum

MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS
ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR”
DOSEN PENGAMPU ISY ROHAYATI ,S.SiT








Di susun oleh :
  1. Anis Setyowati
  2. Iva luqmawati
  3. Siti Sarah Hardianti
  4. Tri puji lestari
  5. Tri Walyani
  6. Yeviana Rizqi


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
PRODI D III KEBIDANAN
SEMARANG
2009 / 2010


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan memberi petunjuk dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru LahirDalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak sekali mendapat bantuan, dukungan moril maupun materi dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Isy Rohayati S.SiT selaku dosen pembimbing dan kepada teman-teman yang sudah memberikan bantuan dan masukan sehinnga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik, namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.


Penulis









BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994). Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapnea serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur  pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (A.H Markum, 2002).
Menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia 2002 – 2003, angka kematian neonatal sebesar 20 per 100 kelahiran hidup. Dalam satu tahun sekitar 89.000 bayi berumur dibawah 1 bulan meninggal. Artinya setiap 6 menit ada 1 bayi meninggal. Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatal (27%) setelah BBLR (29%).
Secara umum penyebab asfiksia dibagi dalam 3 faktor: faktor ibu, faktor tali pusat dan faktor bayi itu sendiri seperti: bayi prematur(<37 minggu), persalinan dengan tindakan (rangsang, bayi kembar, distonsia bahu, ekstrasi vakum, forcep), kelahiran bawaan dan air ketuban bercampur mekonium.
Pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan telah mencapai 73,14% (profil kesehatan Indonesia, 2003) dan sebagian besar persalinan tersebut dilakukan oleh Bidan. Bidan sebagai penolong persalinan, sering kali dihadapkan dengan keadaan bayi lahir mengalami asfiksia. Dimana asfiksia dapat menyebabkan cacat mental, pneumonia, dan kematian. Dalam keadaan demikian Bidan harus melakukan tindakan tertentu agar BBL dapat bernafas spontan segera mungkin. Untuk dapat melakukan tindakan tersebut , Bidan harus trampil dan kompentensi dalam manajen asfiksia BBL dan juga diperlukan perawatan yang intensif. Maka pada kesempatan ini penulis tertarik untuk memberikan asuhan dengan asfiksia sedang

  1. TUJUAN
  1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia sedang secara komprehensif
  1. Tujuan Khusus
Setelah menyusun asuhan kebidanan ini diharapkan mahasiswa dapat :
  1. Mengkaji data bayi dengan asfiksia sedang.
  2. Mengidentifikasi diagnosa/masalah bayi dengan asfiksia sedang.
  3. Mengantisipasi diagnosa/maasalah potensial bayi dengan asfiksia sedang.
  4. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada bayi dengan asfiksia sedang
  5. Melaksanakan rencana asuhan pada bayi dengan asfiksia sedang.
  6. Mengevaluasi hasil pelaksanaan tindakan.




  1. MANFAAT PENULISAN
Diharapkan dengan penulisan makalah ini mahasiswa dapat mengidentifikasi tentang Asfiksia Neonatorum pada bayi baru lahir serta penanganannya.























BAB II
TINJAUAN TEORI
  1. Konsep Dasar
  1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir.
  1. Etiologi
Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya DM,PEB, eritroblastosis fetalis, kelahiran kurang bulan.
  • Terjadi apabila saat lahir bayi mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga kekurangan persediaan O2 dan kesulitab pengeluaran CO2.
  • Faktor yang terdapat pada janin / bayi karena sperti adanya gangguan aliran tali pusat yang menumbung, tali pusat melilit leher.
  • Terjadinya depresi pernapasan bayi karena obat / analgetik yang diberikan pada ibu.
  • Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin dan kelainan bawaan (aplasia paru, atresia saluran napas).
  1. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

(Sumber : A.H Markum. Buku Ajar IKA Jilid I : 1991 : 261)


  1. Tanda dan Gejala
  • Distes pernafasan (Apnu / megap-megap)
  • Detak jantung
  • Refleks / respons bayi lemah
  • Tonus otot menurun
  • Warna kulit biru / pucat
  1. Penatalaksanaan
  • Resultasi dengan langkah mengikuti ABC yang meliputi:
A : Pertahankan jalan napas bebas, jika perlu dengan intubasi endotrakeal.
B : Bangkitkan napas spontan dengan stimulasi taksil dan tekanan positif menggunakan bag and mask atau lewat pipa endotrakeal.
C : Pertahankan sirkulasi jika perlu dengan kompresi dada dan obat-obatan
  • Berdasarkan skor apgar menit pertama, asfiksia pada neonatus dibagi menjadi :
a. Asfiksia ringan : Skor apgar 4 – 6
Pada asfiksia ringan, berikan bantuan napas dengan oksigen 100% melalui bag and mask selama 15 – 30 detik.
b. Asfiksia berat : Skor apgar 1 – 3
Pada asfiksia berat dapat mencetuskan syok kardiogenik. Pada keadaan ini diberikan dopamin per infus 5 – 20 mg/KgBB/mnt.
  1. Komplikasi
Edema total, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis, nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks.


  1. Prognosis
a. Asfiksia Ringan : Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
b. Asfikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.
Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen, misalnya retardasi mental.
  1. Pemeriksaan Penunjang
  • Laboratorium
Biasanya ditemukan menurunya kadar hematokrit dan peninggian trombosit akibat hiperaktivitas sumsum tuklang.
  • Laboratorium
Untuk menunjukan adanyan cairan spinal yang bercampur darah atau xantokrom disertai dengan peninggian jumlah sel darah merah dan protein, serta penurunan glukosa.
  • USG
Untuk memantau berbagai perubahan yang terjadi akibat perdarahan.
  1. Manajemen Asfiksia Neonatorum

  1. ASUHAN KEBIDANAN
  1. Pengkajian
  • Identitas klien / bayi dan keluarga
  • Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
  • Pengukuran hasil nilai apgar score
Klasifikasi klinik nilai APGAR :
  1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
  1. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
  1. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
  2. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.
  • Pengkajian dasar data neotalus
  1. Sirkulasi
  • Nadi apical mungkin cepat/tidak dan teratur/tidak.
  • Murmur jantung yang dapat didengar.
  1. Neurosensori
  • Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak buncit.
  • Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakkan, fontanel mungkin besar.
  • Reflek tergantung pada usia gestasi.
  1. Pernapasan
  • Nilai apgar mungkin rendah
  • Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur
  • Mengorok, pernapasan cuping hidung, retrakasi suprasternal
  • Adanya bunyi mengi selama fase inspirasi dan ekspirasi
  • Warna kulit
  1. Keamanan
  • Suhu berfluktuasi dengan mudah
  • Menangis mungkin lemah
  • Menggunakan otot-otot bantu napas
  1. Makanan / Cairan
Berat badan kurang dari 2500 gr

  1. Diagnosa Keperawatan
  1. Pola napas tidak efektif
  2. Kerusakan pertukaran gas

  1. Intervensi Keperawatan
  1. Pola Napas Tidak Efektif
  • Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan untuk memastika bahwa jalan napas bersih
  • Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan untuk meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
  • Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.
  • Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirsi puncak dan oksigen untuk mencegah hipoksemia dan distensi pau yang berlebihan.
  • Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yag dapat memperberat depresi pernafasan pada bayi
  1. Kerusakan Pertukaran Gas
  • Pantau masukan dan haluasan cairan ; timbang berat badan sesuai indikasi
  • Tingkatkan istirahat minimal rangsangan dan penggunaan energi
  • Pantau jumlah pemberian oksigen dan durasi pemberian
  • Berikan makanan dengan selang nasogastrik / orgastrik sebagai pengganti pemberian makan dnegan ASI bila tepat.
  • Observasi tanda dan lokasi sianosis.
  1. Evaluasi
  • Meningkatkan fungsi pernapasan optimal
  • Mencegah / menurunkan resiko terhadap potesial komplikasi
  • Kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Klasifikasi klinik nilai APGAR:
  1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
  1. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
  1. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
  2. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.

  1. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )
  2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek)
  3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
  4. Pengkajian spesifik

  1. Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
  1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, pertumbuhan homeostasis yang timbul makin berat. Resusitasi akan semakin sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat
  2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/ hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia paska natal harus dicegah dan diatasi.
  3. Riwayat kehamilan dan persalinan akan memberikan keterangan yang jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir
  4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara cepat dan tepat.
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah:
  1. Membersihkan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
  2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernafasan lemah.
  3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
  4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Tindakan Umum :
  1. Pengawasan suhu tubuh
Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastic
  1. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.
  1. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.

Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi
Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia
  1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan
  2. Memberikan obat- obatan
  3. Memberikan nutrisi parenteral
  4. Keuntungan dan kerugian therapy Cairan


Keuntungan :
  1. Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepat
  2. Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan.
  3. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi.
  4. Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari.
  5. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.
Kerugian :
  1. Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi
  2. Komplikasi tambahan dapat timbul :
  • Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi
  • Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )
  • Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
  1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya.
  2. Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)
  3. Memeriksa kepatenan tempat insersi
  4. Monitor daerah insersi terhadap kelainan
  5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program
  6. Monitor kondisi dan reaksi pasien
BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, penyebab asfiksia diantaranya aliran oksigen ke janin berkuarang,akibatnya terjadi gawat janin,kemudian terjadi lilitan pada tali pusat,tali pusat pendek, simpul tali pusat,keadaan bayi prematur, persalinan sulit , kelainan kongenital , air ketuban bercampur mekonium. Penatalaksanaannya yaitu melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.

  1. Saran
Diharapkan sepanjang kehamilan ibu memeriksakan kehamilannya terutama apabila ibu merasakan sesuatu yang tidak sewajarnya, dianjurkan juga untuk USG guna mengetahui janin beserta letak tali pusatnya.














DAFTAR PUSTAKA

Kirana pritasari, 2008. Asuhan Persalinan Normal. Edisi 2008 : Jakarta
Prawirohardjo Sarwono,SpOG ,2005.Ilmu Kebidanan.Edisi ketiga : Jakarta
http : //www.Suaramerdeka.Com/harian/0308/11/ragam5.htm.



















makalah asam mefenamat

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
    Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak) yang secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetika non narkotik (seperti: asetosat, parasetamol) dan analgetika narkotik seperti : morfin. (http://blogkita.info/analgetika)
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan khususnya. (http://blogkita.info/analgetika)
Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri. (Rachadian, 2009)
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri. Intensitas rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri. (Tjay, 2008)
Analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki kerja antipiretik dan juga komponen kerja antiflogistika dengan pengecualian turunan asetilanilida. (http://blogkita.info/analgetika)
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer (parasetamol, asetosal, mefenamat atau aminofenazon). Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein dan kodein. Nyeri yang disertai pembengkakan sebaiknya diobati dengan suatu analgetikum anti radang (aminofenazon, mefenaminat dan nifluminat). Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfin. Obat terakhir yang disebut dapat menimbulkan ketagihan dan menimbulkan efek samping sentral yang merugikan (Tjay, 2008).
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:
Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker.
Penggunaan analgetika perifer mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri, tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi efek potensiasi. (Tjay, 2008)
    Analgetika narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang ampuh, jenis ini dapat menimbulkan ketergantungan pada si pemakai. Seiring berjalannya waktu, ditemukannya obat yang bersifat campuran agonis dan antagonis jenis ini yang mampu meniadakan ketergantungan fisik, maka penggunaan istilah analgesik narkotik untuk pengertian farmakologik tidak sesuai lagi. (http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-marlineabd-31576)

B. Tujuan
    1. Tujuan umum
    Untuk mengetahui pengaruh obat dari Asam Mefenamat
2. Tujuan Khusus
Mengetahui pengertian dari Asam Mefenamat
Mengetahui Indikasi dari Asam Mefenamat
Mengetahui kontra indikasi dari Asam Mefenamat
Mengetahui dosis dari Asam Mefenamat
Mengetahui efek samping dari Asam Mefenamat































BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asam mefenamat
    Asam Mefenamat adalah termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat biasa digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, tentunya asam mefenamat dapat menyebabkan efek samping. Contoh yang sering terjadi adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung,dan sebaiknya diberikan pada saat lambung tidak dalam kondisi kosong atau setelah makan. (http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/asam-mefenamat.html)

B. Komposisi
    Tiap tablet salut selaput mengandung asam mefenamat 500 mg. (Kasim, 2010)
C. Indikasi
    Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.  (Kasim, 2010)
D. Dosis
    Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan.  (Kasim, 2010)
Dewasa dan anak di atas 14 tahun :
Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam.  (Kasim, 2010)
Dismenore;
500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari. (Kasim, 2010)
Menoragia;
500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti. (Kasim, 2010)
E. Efek samping
Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia.
Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik. (http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/asam-mefenamat.html)
F. Kontraindikasi
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat.
Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna. (http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/asam-mefenamat.html)
G. Interaksi Obat
Asam mefenamat akan bereaksi dengan Obat-obat anti koagulan oral seperti warfarin; asetosal (aspirin) dan insulin. (http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/asam-mefenamat.html)

























BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asam Mefenamat adalah termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat biasa digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang haid.
Indikasinya untuk menghilangkan rasa sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, tulang, nyeri karena luka, nyeri setelah melahirkan, dismenore, nyeri reumatik, nyeri tulang belakang, demam. Sedangkan kontra indikasinya pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat.
Efek sampingnya dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia.
Dosisnya : Dewasa; awal 500 mg kemudian 250 mg tiap 6 jam, maksimal 7 hari. Dismenore; awal 500 mg kemudian 250 mg tiap 6 jam.
B. Saran
Bagi pengkonsumsi obat asam mefenamat ini, sebaiknya setelah minum obat ini dianjurkan untuk tidak mengendarai kendaraan sendiri. Karena obat ini dapat menyebabkan ngantuk, pusing dan juga penglihatan kabur.




































DAFTAR PUSTAKA
http://blogkita.info/analgetika
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-marlineabd-31576
http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/asam-mefenamat.html
Kasim, fauzi, dkk. 2010. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
Rachadian, Dani. 2009. Buku Obat-Obat. Yogyakarta: Berlico Mulia Farma
Tjay, Tan H. 2008. Buku Obat-obat Penting.